Mendagri Ungkap Urgensi Pembentukan Dewan Aglomerasi yang Cakup Jakarta dan Kota Sekitarnya
Mendagri Tito Karnavian menyebut urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang mencakup Jakarta dan sekitarnya.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang mencakup Jakarta dan sekitarnya.
Menurutnya, Jakarta dan kota satelit lain harus diharmonisasikan supaya tidak kacau usai Ibu Kota Negara (IKN) pindah ke Nusantara.
Wacana pembentukan ini jadi sorotan seiring penbahasan draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta beredar (RUU DKJ) sebagai beleid yang mengatur Jakarta setelah statusnya bukan lagi Daerah Khusus Ibu Kota.
Adapun daerah yang masuk dalam kawasan aglomerasi Jakarta diantaranya Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
"Jakarta dengan kota satelit di sekitarnya sudah sangat intens, ada lebih dari 35 juta penduduk untuk seluruh aglomerasi ini. Interaksi dan mobilitasnya sangat tinggi. Banyak hal yang harus diharmonisasikan, mulai dari perencanaan pembangunan sampai evaluasi. Ini perlu ada koordinasi. Kalau tidak, bisa kacau," kata Tito dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2023).
Baca juga: Ditanya Soal Polemik RUU DKJ, Jokowi: Kalau Tanya Saya, Gubernur Dipilih Langsung
Tito mencontohkan urgensi ini seperti dalam hal penanganan banjir untuk sinkronisasi kebijakan antara pemerintah di daerah daratan tinggi dengan daratan rendah.
Lanjut Tito, jika kepala daerah bekerja dengan konsepnya sendiri-sendiri, maka ketika banjir tidak bisa ditangani secara baik, yang menjadi korban adalah rakyat.
"Contohnya banjir. Daerah tangkapan air di Cianjur dan (Kabupaten) Bogor harus melakukan reboisasi. Kemudian daerah tengah, Bogor dan Depok, harus disiapkan semacam waduk. Terus daerah bawah, DKI Jakarta, harus siapkan pelebaran sungai, banjar kanal, sodetan. Kalau setiap kepala daerah bekerja dengan konsepnya sendiri, yang jadi korban adalah rakyat," jelas Tito.
Mantan Kapolri ini menyebutkan ide pembentukan Dewan Aglomerasi sudah tercetus sejak tahun 2022.
Baca juga: RUU DKJ Berdampak Pada Melambatnya Perkembangan Jakarta
Sehingga, tak tepat jika ada yang menuding hal ini berkaitan dengan kepentingan Pilpres 2024.
Di samping itu, Tito mengaku pembentukan badan yang fokus pada harmonisasi kebijakan bukan jadi sesuatu yang baru Indonesia.
“Karena itu, apapun namanya nanti, diperlukan semacam mekanisme untuk harmonisasi dan sinkronisasi di aglomerasi. Ini memang kebutuhan. Dan ini sama seperti Badan Percepatan Pembangunan Papua yang dipimpin oleh Wapres (Wakil Presiden) yang sudah berjalan dua tahun lebih,” kata Tito.
Nantinya, Dewan Aglomerasi punya tugas utama untuk sinkronisasi, perencanaan dan evaluasi kebijakan setiap daerah.
Sedangkan eksekutornya tetap jadi wewenang pemerintah daerah masing-masing.
Kehadiran Dewan Aglomerasi, diharapkan Jakarta bisa menjadi kota ekonomi global, seperti New York di Amerika Serikat atau Sydney di Australia. Sehingga nilai lebih dari Jakarta tak hilang walaupun sentra politiknya sudah hijrah ke IKN Nusantara.
"Jadi wewenang khusus yang diberikan Jakarta dalam draf RUU DKJ yang diajukan pemerintah adalah untuk mendukung Jakarta menjadi postur kota global, pusat ekonomi dan jasa keuangan," tegas Tito.