Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polisi Temukan Fakta Baru Soal Aset Firli Bahuri yang Tak Dilaporkan di LHKPN

Polda Metro Jaya mengungkap alasan kembali memeriksa Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri dalam kasus pemerasan di Bareskrim Polri.

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Polisi Temukan Fakta Baru Soal Aset Firli Bahuri yang Tak Dilaporkan di LHKPN
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/12/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya mengungkap alasan kembali memeriksa Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri dalam kasus pemerasan di Bareskrim Polri, Jakarta pada Kamis (21/12/2023).

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebut hal ini karena pihaknya menemukan fakta baru yang belum diterangkan pada pemeriksaan sebelumnya.

"Penyidik memperoleh fakta baru adanya aset lain atau harta benda yang tidak dilaporkan dalam LHKPN dan belum diterangkan tersangka FB dalam berita acara pemeriksaan terhadap tersangka sebelumnya," kata Ade kepada wartawan, Kamis (21/12/2023).

Ade menjelaskan pihaknya sejatinya akan memeriksa soal aset atau harta benda milik Firli maupun milik keluarga tersangka.

"Adapun tujuan pemeriksaan atau permintaan keterangan tambahan yang akan dilakukan terhadap tersangka FB adalah untuk meminta keterangan tentang seluruh harta bendanya, serta harta benda Istri, anak, dan keluarga," ungkapnya.

Baca juga: Polda Metro Jaya: Alasan Firli Bahuri Tidak Menghadiri Pemeriksaan Hari Ini Tak Wajar

Untuk itu, Ade menegaskan Firli Bahuri sudah wajib untuk memberikan keterangannya tersebut untuk kepentingan penyidik.

Berita Rekomendasi

"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka," jelasnya.

Kuasa Hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar mengatakan alasan kliennya tak memenuhi panggilan polisi karena ada sesuatu yang tak bisa ditinggalkan.

"Jadi ada alasan kegiatan bersamaan yang tidak bisa ditinggalkan," kata Kuasa Hukum Firli, Ian Iskandar saat dihubungi, Kamis.

Baca juga: Dewas KPK Panggil Alex Tirta Bersaksi dalam Sidang Etik Firli Bahuri

Ian tak menjelaskan lebih detil soal agenda penting yang dimaksud.

Namun, salah satu agendanya adalah hadir ke pemeriksaan Dewas KPK soal dugaan pelanggaran etik.

"Hari ini banyak kegiatan beliau, salah satunya mungkin hadir di pemeriksaan Dewas," jelasnya.

Untuk itu, Ian menyebut pihaknya meminta agenda pemeriksaan kepada kliennya untuk ditunda.

"Kami sudah memberikan surat permohonan penundaan pemeriksaan langsung ke penyidik Polda," tuturnya.

Menyikapi hal tersebut, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menjelaskan bahwa penyidik bakal melayangkan surat panggilan kedua yang disertai surat perintah penjemputan paksa.

"Hari ini panggilan pertama, akan kita layangkan panggilan kedua berikut sudah dipersiapkan surat perintah membawa," tegas Karyoto kepada wartawan di Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2023).

Selain itu Karyoto juga menuturkan bahwa dirinya akan berkoordinasi dengan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya perihal tindak lanjut penanganan perkara tersebut.

Lebih lanjut eks Deputi Penindakan KPK itu juga menegaskan jika nanti Firli tak mengindahkan panggilan kedua pemeriksaan, maka penyidik bakal segera mengeluarkan surat penangkapan Firli.

"Kalau itu (panggilan kedua) tidak diindahkan pasti kita keluarkan surat perintah penangkapan," pungkasnya.

Firli Bahuri saat ini sudah berstatus sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara.

Atas perbuatannya, Firli dijerat pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

Ancamannya penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas