MAKI Sebut Faktor Utama KPK Hancur Akibat Revisi UU dan Firli Bahuri
Penurunan kinerja KPK disebabkan perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 dan terpilihnya Firli Bahuri menjadi Ketua KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kurun waktu belakang dinilai akibat dua hal.
Pertama terkait perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019, dan kedua berkenaan dengan terpilihnya Firli Bahuri menjadi Ketua KPK.
"KPK dan pemberantasan korupsi itu hancur faktor utamanya 50 persen adalah adanya revisi UU KPK, Firli Bahuri 10%," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Minggu (31/12/2023).
Kini Firli Bahuri telah diberhentikan Presiden Joko Widodo.
Firli menjadi tersangka terduga pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Baca juga: Jokowi Siapkan Pengganti Firli Bahuri, Empat Nama Ini Santer Disebut Sebagai Kandidat Kuat
Dia juga mendapatkan sanksi etik berat dari Dewan Pengawas KPK.
Otomatis saat ini tinggal revisi UU KPK pada 2019 lalu yang menjadikan kinerja komisi antikorupsi menurun.
Menurut Boyamin, apabila KPK ingin kembali bertaji seperti dulu, maka langkah yang perlu diambil adalah pemerintah mengembalikan UU KPK.
Sebab, Boyamin menilai KPK sekarang tidak independen karena menjadi bagian dari rumpun eksekutif.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Bersedia Jadi Saksi Meringankan Firli Bahuri, Minta Diperiksa Pekan Depan
"Jadi kalau ingin pemberantasan korupsi bagus KPK harus bersama-sama pemerintah untuk sama-sama mencabut revisi UU KPK. Tanpa itu akan sulit KPK berprestasi," kata dia.
Boyamin menjelaskan pencabutan revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 akan memberikan kembali keleluasaan dan independensi KPK dalam menangani perkara korupsi.
Dia menyebut revisi UU KPK yang dicabut itu bisa membuka peluang kembalinya sejumlah pegawai terbaik KPK yang sempat disingkirkan lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Kalau tidak ada pencabutan revisi UU KPK ya nggak nendang. Kalau dicabut kan orang-orang handal yang kemarin disingkirkan dengan Tes Wawasan Kebangsaan bisa pulang ke KPK," ujarnya.
"Karena ini kan bersinggungan dengan pemilu kalau KPK tidak dibenahi dengan dicabutnya revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 akan tetap babak belur. Jadi levelnya itu Pak Nawawi itu hanya level menghentikan kejatuhan KPK," lanjut Boyamin.
Selain mencabut revisi UU KPK, MAKI juga mendorong RUU Perampasan Aset untuk segera disahkan di 2024.
Boyamin menilai UU itu bisa turut mengembalikan kinerja KPK seperti saat masih dikagumi publik.
"Ditambah pemerintah membuat UU yang mengatur perampasan aset baru itu akan pulih (kinerja KPK) mendekati masa-masa lalu," kata Boyamin.