1.000 Siswa SMA Ikuti Bimbingan Kemenag Tentang Cegah Nikah Dini
Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pernikahan anak yang tinggi.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 1.000 pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti acara Bimbingan Remaja Usia Sekolah Plus (BRUS+) yang digelar Ditjen Bimas Islam pada puncak perayaan Hari Amal Bhakti ke-78 Kementerian Agama di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Minggu ( 7/1/2024).
Kegiatan bertema "Siapkan Masa Depanmu, Rencanakan Nikahmu" semakin menarik dengan menghadrikan sejumlah public figure seperti Arafah Arianti, Zaskia Adya Mecca, Husein Hadar yang lebih dikenal dengan sapaan Habib Ja'far, dan Instruktur BRUS Kemenag, Paman Dodo.
Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah Kemenag, Agus Suryo Suripto menerangkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pernikahan anak yang tinggi.
Baca juga: Pernikahan anak di Indonesia mengkhawatirkan, permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama naik 200%
Pernikahan anak yang tinggi ini, tentunya menjadi akar dari banyak masalah di kemudian hari,oleh karenanya pemerintah dalam hal ini
Kementrian Agama merasa perlu bertindak untuk menekan angka pernikahan anak di Indonesia. Konsep BRUS dilahirkan sebagai upaya edukasi untuk remaja usia sekolah agar mampu menyiapkan masa depan sebaik – baiknya.
Program BRUS membekali remaja melalui penguatan karakter dan kesadaran pengelolaan kepribadian yang baik. Generasi muda harus memiliki kemampuan mengelola diri dan lingkungan, agar tidak terjebak pada lingkungan sosial dan pergaulan bebas.
Suryo berpesan kepada peserta yang terdiri dari siswa/siswi SMA se-Jabodetabek itu untuk melakukan persiapan yang matang sebelum menikah. Menurutnya, dua aspek penting yang perlu dipersiapkan sebelum menikah adalah kesadaran dalam mengelola diri dan penguatan keagamaan.
"Pertama, persiapkan masa depan dengan membangun kesadaran dalam pengelolaan diri, setiap remaja mempunyai potensi diri harus bisa dikembangkan. Generasi muda punya masa depan yang harus diperjuangkan. Kedua, perkuat pendidikan agama, karena agama merupakan benteng dari pergaulan dan lingkungan sosial yang tidak baik" tegasnya.
Dalam Talkshow Habib Ja'far mengatakan, pernikahan seharusnya dilakukan karena kesiapan, bukan karena dorongan nafsu belaka. Ia menekankan bahwa pengendalian nafsu seharusnya dilakukan melalui pengembangan potensi diri, bukan dengan menikah terlalu dini.
"Nikah itu karena mampu, bukan sekadar ingin menghindari perzinaan. Tidak tepat jika mengatakan bahwa menikahkan remaja untuk menghindari zina, lebih tepat jika menghindari zina adalah dengan tidak berzina, lalu dengan apa? Dengan berkegiatan yang positif untuk mengembangkan diri dan prestasi, karena dengan pengembangan diri akan menghindarkan pernikahan dini" tegasnya.
Baca juga: TFR dan Pernikahan Anak Tinggi, Prevalensi Stunting di Papua Mengalami Peningkatan
Zaskia Adya Mecca ikut memberi perspektif berdasarkan pengalamannya menikah. Ia mengingatkan generasi muda untuk tidak tergesa-gesa dalam memutuskan menikah. "Menikah jangan terlalu muda, ada masa di mana kita ingin menikmati hidup sendiri, tanpa dibebani dengan kewajiban dan tanggung jawab yang dapat ditunda. Setelah menikah, tidak bisa lagi menjadi diri sendiri seperti sebelum menikah, karena harus mengemban kewajiban dan tanggung jawab sebagai Ibu dan Istri" paparnya.
Zaskia juga berpesan kepada para remaja untuk tidak menikah pada usia muda hanya karena terlalu cinta. Ia mengkhawatirkan bahwa cinta yang berlebihan bisa jadi bukanlah cinta sejati, melainkan hawa nafsu.
Program BRUS masih akan digelar Kemenag lebih luas lagi untuk memberi wawasan mendalam pada generasi muda tentang perencanaan pernikahan, dengan tujuan memperkuat ketahanan keluarga untuk menghasilkan generasi-generasi yang berkualitas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka perkawinan anak di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 9,23 % atau 163.371 peristiwa nikah anak. Artinya 1 dari 9 perempuan menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki dimana 1 dari 100 laki-laki berumur 20 – 24 tahun menikah saat usia anak.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama, pengajuan dispensasi perkawinan anak didominasi tiga alasan, yaitu:
(1) Hamil sebelum nikah;
(2) Kedua calon pasangan telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami isteri;
(3) Hubungan kedua belah pihak (pasangan) terlalu dekat, sehingga dikhawatirkan terjadi perbuatan terlarang (zina).
Berdasarkan kajian akademik menyebutkan bahwa faktor menyebab kawin anak adalah
(1) Hamil sebelum nikah
(2) Faktor sosial
(3) Faktor ekonomi
(4) Pengaruh tokoh agama dan tokoh masyarakat
(5) Pembenaran naskah-naskah agama.
Baca juga: Viral Pernikahan Anak Anggota DPRD Kepri Pasang Tenda Hajatan di 2 Lajur Jalan, Undang Sandiaga Uno
Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa edukasi bagi remaja terutama bagi remaja usia sekolah diperlukan agar mampu mengelola kepribadian dan karakter kuat agar tidak terpengaruh lingkungan sosial yang buruk dan terjebak pada pergaulan yang salah menjadi sangat penting.
Karena itu, remaja perlu dibekali dengan penanaman pendidikan keagamaan yang kuat, lingkungan sosial yang baik, agar mampu merencakan masa depan yang gemilang dengan merencakan waktu perkawinan yang tepat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.