Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejaksaan Agung Tetapkan Perantara Uang Korupsi BTS Kominfo ke Komisi I DPR Sebagai DPO

Perantara yang diduga bernama Nistra Yohan itu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Kejaksaan Agung Tetapkan Perantara Uang Korupsi BTS Kominfo ke Komisi I DPR Sebagai DPO
Serambi Indonesia
Ilustrasi DPO kasus korupsi. Jaksa penuntut umum (JPU) pada Jampidsus Kejaksaan Agung blak-blakan soal status perantara uang korupsi tower BTS Kominfo ke Komisi I DPR. Perantara yang diduga bernama Nistra Yohan itu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Jampidsus Kejaksaan Agung blak-blakan soal status perantara uang korupsi tower BTS Kominfo ke Komisi I DPR.

Perantara yang diduga bernama Nistra Yohan itu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Baca juga: Susul Johnny Plate, Empat Tersangka Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo Segera Disidang

"Jadi info terakhir Yang Mulia, sudah dilakukan pemanggilan beberapa kali untuk perkara yang lain, Sadikin, (Achsanul) Qosasi kemarin. Orangnya DPO. Belum ketemu," ujar jaksa penuntut umum dalam persidangan terdakwa Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama pada Senin (8/1/2024).

Pernyataan demikian muncul dari pertanyaan hakim mengenai keberadaan Nistra. Sebab namanya kerap disebut, tapi tak pernah dihadirkan di persidangan.

Untuk sidang kali ini, nama Nistra Yohan disebut-sebut oleh Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan yang sebagai saksi mahkota.

Baca juga: Kasus Korupsi BTS Kominfo, Penyidik Kejagung Limpahkan Berkas Perkara Anggota BPK Achsanul Qosasi

Bermula dari bahasan mengenai aliran uang, Irwan mengaku ada Rp 70 miliar dialirkan ke Komisi I DPR.

Berita Rekomendasi

Uang tersebut diserahkan dalam dua tahap melalui terdakwa Windi Purnama sebagai kawannya.

Dari Windi, Rp 70 miliar mengalir ke Komisi I DPR melalui Nistra Yohan.

Irwan pun memastikan bahwa Nistra Yohan betul-betul menerima uang tersebut. Sebab dia dan Windi memiliki catatan untuk setiap aliran uang yang masuk dan keluar terkait BTS ini.

"Komisi I berapa?" tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.

"70 miliar," jawab Irwan.

"Setiap Windi menyerahkan uang-uang itu apakah ada catatan?" tanya hakim lagi.

"Ada catatan di post-it," ujarnya.

Saat dicecar mengenai sosok Nistra Yohan lebih lanjut, Irwan mengaku hanya mendapat informasi bahwa dia sebagai staf khusus.

Tak diketahui kepada siapa Nistra bekerja sebagai staf khusus, entah Ketua atau Anggota Komisi I DPR.

"Belakangan saya tahu katanya itu staf," kata Irwan.

"Staf khusus dari? Ketua atau anggota? Ketua Komisi I? Anggota Komisi I?" tanya Hakim Pontoh.

"Kurang tahu saya," jawab Irwan.

Baca juga: Namanya Disebut di BAP Terdakwa Kasus BTS Kominfo, Direktur SDM Pertamina Mengaku Kooperatif

Pun dengan partai yang menaungi, Irwan mengaku tidak tahu.

"Dari fraksi mana saudara enggak tahu?" tanya Hakim lagi.

"Tidak tahu."

Adapun terkait tujuan uang itu dialirkan ke Komisi I DPR, Irwan mengaku tidak tahu. Sebab katanya, dia hanya menjalankan perintah kawannya, yakni eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.

Namun Majelis sempat menduga bahwa uang tersebut digunakan sebagai upah tutup mulut bagi para anggota dewan mitra kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Itu kok bisa masuk ke Komisi 1 kenapa itu? Ini semua kan hanya untuk meredam, supaya tidak ada orang yang bicara mengenai BTS dikorupsi?" tanya Hakim Rianto Adam Pontoh.

"Tidak tahu saya kepentingannya untuk apa," kata Irwan.

Sebagai informasi, dalam perkara BTS ini, sudah ada enam orang yang diadili, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; eks Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Dari proses peradilan di tingkat pertama, eks Menkominfo Johnny G Plate telah divonis 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 5 bulan penjara dan uang pengganti Rp 15,5 miliar.

Kemudian eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif telah divonis 18 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara, dan uang pengganti Rp 5 miliar

Yohan Suryanto divonis 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan penjara, dan uang pengganti Rp 400 juta.

Galumbang Menak Simanjuntak divonis 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan penjara.

Irwan Hermawan divonis 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan penjara, dan uang pengganti Rp 1,15 miliar.

Mukti Ali divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan penjara.

Kemudian dalam perkara ini juga ada Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama yang perkaranya sedang bergulir di pengadilan.

Yusrizki dijerat pasal korupsi, sedangkan Windi Purnama TPPU.

Lalu seiring perkembangan proses persidangan, Kejaksaan menetapkan empat tersangka: Elvano Hatohorangan, Muhammad Feriandi Mirza, Jemmy Sutjiawan, dan Walbertus Natalius Wisang.

Keempatnya dijerat dugaan korupsi dalam kasus BTS ini.

Terkhusus Walbertus, selain dijerat korupsi juga dijerat dugaan perintangan proses hukum.

Tim penyidik juga telah menetapkan dua tersangka terkait dugaan pengamanan perkara, yakni dua pihak swasta: Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli.

Kemudian teranyar, tim penyidik menetapkan Anggota III BPK, Achsanul Qosasi sebagai tersangka dengan ancaman pasal gratifikasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas