Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

FKUI Teliti Kadar Timbal Darah pada Anak di Jawa, Hasilnya Mencemaskan

Timbal adalah logam berat yang kerap digunakan sebagai bahan pembuatan baterai, produk-produk logam seperti amunisi, dan sebagainya. 

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
zoom-in FKUI Teliti Kadar Timbal Darah pada Anak di Jawa, Hasilnya Mencemaskan
SURYA/PURWANTO
Pengunjuk rasa melakukan aksi damai Global Climate Strike (GCS) 2023 di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Sabtu (16/9/2023). Mereka menuntut pemerintah untuk segera menegakkan keadilan iklim. Dalam aksi tersebut masa aksi mengangkat cerita dari masyarakat Lakardowo yang sejak tahun 2010 berjuang dalam menghadapi limbah B3 akibat aktivitas PT. PRIA. Dampak dari aktivitas perusahaan tersebut telah mengakibatkan sungai dan setidaknya delapan sumur sumber air bersih terpapar logam berat,seperti timbal krom, valensi enam dan arsenik. SURYA/PURWANTO 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Occupational and Environmental Health Research IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) lakukan penelitian terkait pajanan timbal pada tubuh manusia.

Timbal sendiri adalah logam berat yang kerap digunakan sebagai bahan pembuatan baterai, produk-produk logam seperti amunisi, dan sebagainya. 

Kandungan yang berbentuk logam tersebut mengandung racun yang terbilang tinggi,

Penelitian dilakukan pada desa di pulau Jawa dengan jumlah 564 responden anak-anak berusia 1-5 tahun. 

Dari riset tersebut ditemukan bahwa 9 anak yang memiliki memiliki kadar timbal darah (KTD) lebih dari 65 µg/dL. 

Angka melewati ambang batas kadar timbal darah yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu sebesar 5 µg/dL. 

BERITA REKOMENDASI

Berikut ini adalah rincian temuan dari riset tersebut:

  • 0 - 3,5 µg/dL berjumlah 23 anak
  • 3,5 - 5 µg/dL berjumlah 41 anak
  • 5 - 10 µg/dL berjumlah 158 anak
  • 10 - 20 µg/dL berjumlah 197 anak
  • 20 - 45 µg/dL berjumlah 126 anak
  • 45 - 65 µg/dL berjumlah 10 anak

Lebih dari 65 µg/dL berjumlah 9 anak. Selain itu kajian ini menunjukkan hampir 89 persen anak memiliki KTD di atas ambang batas WHO. 

Lalu 19 anak (3 persen) diantaranya membutuhkan pemberian terapi. 

Kajian yang dilakukan pada anak usia 12-59 bulan mendapatkan hasil bahwa dari anak yang memiliki KTD > 20 µg/dL, 34 persen diantaranya mengalami anemia. 

Anak dengan KTD > 20 µg/dL yang disertai dengan anemia, 14persen. 

Selain itu anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang. 

Lalu anak yang memiliki KTD > 20 µg/dL dengan anemia lebih berisiko 4 kali lipat mengalami keterlambatan tumbuh kembang.

Terkait hal ini, Guru Besar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, Muchtaruddin Mansyur, ungkap keadaan ini perlu segera ditindaklanjuti. 

“Kadar timbal darah pada anak yang didapatkan pada penelitian ini merupakan suatu keadaan yang mendesak untuk ditangani," tegas Muchtaruddin pada keterangan yang diterima Tribunnews, Rabu (10/1/2024). 

Keterlambatan dalam penanganan akan mempengaruhi kualitas generasi mendatang.

KTD dapat mengakibatkan keterlambatan tumbuh kembang anak.

Serta melonjaknya penyakit jantung dan pembuluh darah serta penyakit kronis lainnya. 

"Penguatan kapasitas sektor kesehatan untuk mengenal dan mencegah pajanan timbel lingkungan serta dampak kesehatannya harus menjadi prioritas," tambahnya.

Bahaya Paparan Timbal

Pencemaran timbal pada lingkungan dapat menyebabkan pajanan timbel pada tubuh manusia melalui sistem pernafasan, pencernaan, dan kulit. 

Penumpukan dari pajanan timbel yang terus menerus dapat meningkatkan Kadar Timbel Darah (KTD) yang menyebabkan keracunan dan gangguan kesehatan. 

Khususnya pada anak-anak. Hal ini diungkapkan oleh  Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia, Budi Susilorini.

“Timbel sangat berbahaya, khususnya bagi anak-anak, dan kita dapat terpajan dari lingkungan rumah kita," jelasnya. 

Keracunan timbal dapat berupa penurunan kecerdasan dan kurang darah (anemia).

Bahkan pada pajanan jangka panjang, dapat menimbulkan dampak buruk pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan sistem hormonal tubuh (endokrin).  

Timbal  masuk dalam kategori logam berbahaya dan beracun. 

World Health Organization (WHO) ungkap timbel dan merkuri adalah dua neurotoksin paling berbahaya.

Paparannya dapat mengakibatkan cacat lahir, kerusakan otak, kardiovaskular, penyakit ginjal, dan masih banyak lagi. 

Timbal dapat ditemui di alam dan digunakan dalam berbagai jenis produk di sekitar kita. 

Banyaknya pekerjaan seperti daur ulang baterai-asam bertimbal secara informal di lingkungan rumah tangga.

Serta kegiatan sehari-hari yang terkait timbel dapat menyumbang pencemaran timbal pada lingkungan. 

Pencemaran timbal ini terjadi pada tanah, air, udara yang menyebabkan dampak buruk pada kesehatan anak dan dewasa. 

WHO merekomendasikan Kadar Timbel Darah (KTD) 5 µg/dL sebagai penanda sumber pajanan lingkungan yang perlu diwaspadai.

Disarankan agar KTD tidak lebih dari itu. Sementara 45 µg/dL merupakan batas KTD untuk pertimbangan pemberian terapi. 

"Kontaminasi timbal di lingkungan dan dampaknya pada kesehatan perlu menjadi dorongan bagi kita untuk segera melakukan tindakan penanganan dan pencegahan," pungkas Budi. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas