PPATK Sebut Rp 12 Miliar Uang Tindak Pidana Narkotika Mengalir ke Oknum Petugas Lapas
Aliran uang hasil tindak pidana narkotika rupanya ada yang mengalir ke oknum-oknum petugas lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliran uang hasil tindak pidana narkotika rupanya ada yang mengalir ke oknum-oknum petugas lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana.
Sepanjang 2023, PPATK menemukan bahwa aliran tersebut mencapai Rp 12,18 miliar.
"Adanya transaksi dana ke oknum petugas Lapas yang berasal dari rekening para pihak yang terindikasi melakukan tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari tindak pidana narkotika. Total nilai transaksi sebanyak Rp 12.185.142.000," katanya.
Baca juga: PPATK: ASN dan Politisi Kecipratan 36,67 Persen Duit Proyek Strategis Nasional
Nilai tersebut merupakan agregat dari berbagai Lapas di Indonesia.
Temuan itu pun sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait.
"Sebaran Lapas ada di seluruh indonesia. Nah ini kita terus koordinasikan dengan pihak-pihak terkait," ujar Ivan.
Adapun terkait tindak pidana narkotika, secara umumnya PPATK menemukan perputaran dana mencapai Rp 20 triliun lebih pada tahun 2023.
Nilai tersebut diperoleh dari 96 hasil analisis dan pemeriksaan yang sudah diberikan kepada aparat penegak hukum.
"Terkait tindak pidana asal narkotika, sepanjang tahun 2023, terdapat perputaran dana Rp 20.396.120.695.041 yang telah diteruskan kepada penyidik dan financial intelligence centre di negara lain," katanya.
Modus-modus yang digunakan dalam perputaran tersebut di antaranya ialah penukaran dari rupiah ke mata uang asing, seperti Dolar Singapura dan Amerika Serikat.
Kemudian ada modus pembelian aset mata uang kripto dalam jumlah besar.
"Dan langsung dikirimkan kepada e-wallet yang berlokasi di luar negeri sebagai sarana untuk mengirimkan dana hasil peredaran narkotika ke berbagai negara," ujar Ivan.
Selain itu, ditemukan pula modus berbisnis hotel dan restoran untuk co-mingling.
"Pemanfaatan kegiatan usaha atau bisnis hotel dan restoran sebagai sarana mencampurkan dana hasil tindak pidana narkotika dengan dana hasil usaha ilegal atau yang kita kenal dengan co-mingling," katanya.