Di Hadapan Capres-Cawapres, KPK Ungkap 4 Hambatan Pemberantasan Korupsi
KPK merasa ironi penyelenggara negara yang tidak patuh melaporkan harta kekayaan tetap diangkat dalam jabatan pembantu presiden
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengungkap empat hambatan kerja-kerja pemberantasan korupsi di hadapan tiga pasangan capres dan cawapres periode 2024-2029.
Nawawi pertama-tama menyoroti ketiadaan sanksi bagi penyelenggara negara yang tidak lengkap dan taat melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Nawawi menjelaskan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pemeriksaan LHKPN tidak mengatur sanksi yang tegas.
Baca juga: KPK Tagih Komitmen Antikorupsi, Mardiono PPP Yakin Mahfud MD Tak Asing Pemberantasan Korupsi
"Akibatnya, saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara," kata Nawawi dalam sambutan dalam acara Paku Integritas di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024).
Nawawi merasa ironi penyelenggara negara yang tidak patuh melaporkan harta kekayaan tetap diangkat dalam jabatan pembantu presiden atau jabatan publik lainnya.
"Untuk itu, KPK meminta komitmen nyata dari calon presiden dan wakil presiden ketika nanti terpilih untuk menguatkan peran LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik pada pembantu presiden atau pimpinan instansi yang lembaganya tidak patuh terhadap kewajiban penyampaian LHKPN secara lengkap," ujar Nawawi.
KPK, lanjut Nawawi, mengharapkan ada pemberhentian dari jabatan kepada penyelenggara negara ketika pemeriksaan LHKPN menunjukkan terdapat harta yang disembunyikan.
"Kami mohon agar presiden dan wakil presiden terpilih nantinya menjadikan LHKPN dan hasil pemeriksaan LHKPN sebagai salah satu kriteria bagi promosi pengangkatan seseorang dalam jabatan publik. KPK siap menyampaikan hasil pemeriksaan LHKPN kepada presiden untuk ditindaklanjuti," ujar dia.
Kedua, Nawawi menyoroti fungsi koordinasi dan supervisi yang menjadi dua dari tugas utama KPK sebagaimana diamanatkan Undang-undang.
Baca juga: KPK Soroti Perlunya Sanksi Tegas bagi Pejabat Publik yang Tak Laporkan LHKPN, Minta Diberhentikan
"Ingin kami sampaikan pada forum ini kewenangan yang diberikan UU kepada KPK sebagai koordinator dan supervisor penanganan perkara-perkara tindak pidana korupsi tidak atau belum berjalan sebagaimana mestinya meskipun telah memiliki kebijakan, aturan, regulasi sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas tersebut," jelas Nawawi.
Ketiga, penguatan kelembagaan KPK. Nawawi ingin presiden terpilih menunjuk dan menyerahkan kepada DPR lima pimpinan dan Dewan Pengawas KPK yang cakap, secara teknis mempunyai kompetensi yang tinggi dan terbukti integritasnya, serta rekam jejak calon termasuk informasi yang disampaikan oleh kelompok masyarakat.
Menurut dia, presiden mempunyai peranan penting terhadap hal tersebut.
"Pilihan presiden atas kandidat pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK yang cakap, berintegritas dan teruji ini akan menunjukkan komitmen penguatan terhadap lembaga KPK," katanya.
Terakhir, Nawawi ingin presiden dan wakil presiden terpilih berperan serta perihal perbaikan komunikasi dalam kerangka penegakan hukum.
Baca juga: KPK Sebut Undang Capres-Cawapres Bukan Ingin Pansos
Hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi.
"Komunikasi yang lebih efektif antara KPK dengan Kejaksaan RI, Polri, termasuk dengan Tentara Nasional Indonesia harusnya dapat difasilitasi oleh presiden dan wakil presiden," ucap pimpinan KPK berlatar belakang hakim tipikor ini.