Harun Masiku Tak Kunjung Disidang In Absentia, MAKI Gugat Praperadilan Lawan KPK
MAKI menggugat praperadilan terkait tak kunjungnya digelar sidang in absentia kepada Harun Masiku yang sudah buron selama empat tahun.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melakukan gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buntut buronan Harun Masiku yang tidak kunjung disidang in absentia.
Berdasarkan berkas yang diterima Tribunnews.com dari Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, sidang perdana praperadilan bakal digelar pada 29 Januari 2024 mendatang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sementara, gugatan praperadilan oleh MAKI teregister dengan nomor perkara 10/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Sel dan telah diajukan sejak Selasa (16/1/2024) lalu
"Perlunya hadir di persidangan nanti untuk diperiksa dalam perkara Praperadilan yang diajukan oleh pemohon terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 16 januari 2024, Nomor: 10.Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel dalam perkara antara: Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melawan Negara Kesatuan Republik Indonesia cq Pemerintah Negara RI cq Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi," demikian tertulis dalam surat pemanggilan terhadap MAKI dari PN Jakarta Selatan dikutip pada Jumat (19/1/2024).
Lalu, menurut draf permohonan praperdilan dari MAKI, tertulis bahwa pokok perkara adalah terkait KPK yang tidak kunjung menggelar sidang in absentia terhadap Harun Masiku.
Adapun desakan ini terkait MAKI yang menilai tidak adanya perkembangan signifikan dari KPK untuk menyelesaikan perkara ini.
Padahal, Harun Masiku sudah menjadi buronan sejak 29 Januari 2020 dan pada tanggal 30 Juli 2021 juga masuk dalam daftar Red Notice Interpol.
Alhasil, MAKI menduga bahwa KPK telah melakukan penghentian penyidikan secara diam-diam.
"Padahal sekalipun Harun Masiku belum ditemukan, termohon (KPK) seharusnya melakukan pelimpahan berkas penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum pada KPK, agar dapat segera dilakukan sidang in absentia sehingga perkara dapat dituntaskan melalui persidangan dan terdapat kepastian hukum melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," demikian petitum dari MAKI.
MAKI pun mencontohkan beberapa kasus korupsi yang tersangkanya melarikan diri, tetapi tetap disidang secara in absentia yaitu kasus korupsi APBD Kabupaten Pali Tahun 2017 dengan terdakwa mantan Sekretaris Dewan Kabupaten Pali, Arif Firdaus.
Meski Arif melarikan diri, persidangan secara in absentia tetap dilakukan oleh PN Tipikor Palembang dengan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 10 bulan penjara.
Kemudian ada kasus korupsi kondensat dengan terdakwa Honggo Wendratno yang tetap disidang secara in absentia ,meski yang bersangkutan melarikan diri.
Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat pun tetap memvonis Honggo dengan 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
MAKI pun menilai, berkaca dari kedua kasus itu, sudah seharusnya KPK segera melimpahkan berkas perkara Harun Masiku ke jaksa penuntut umum (JPU) agar segera dituntaskan lewat persidangan in absentia.
Namun nyatanya, KPK tidak kunjung melimpahkan berkas perkara Harun Masiku dan dianggap oleh MAKI sebagai penghentian penyidikan secara tidak sah dan melawan hukum.
"Bahwa tindakan Termohon yang tidak melimpahkan berkas penyidikan perkara Harun Masiku ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Termohon, adalah bentuk penghentian penyidikan secara tidak sah dan melawan hukum atas perkara suap yang dilakukan oleh Harun Masiku, yang mengakibatkan proses hukum menjadi mengambang dan tidak dapat dituntaskan selama bertahun-tahun, oleh karenanya Pemohon meminta agar penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Termohon haruslah dinyatakan tidak sah dan melawan hukum," demikian permohonan dari MAKI.
Adapun petitum dari MAKI yaitu:
- Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
- Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan atas perkara a quo;
- Menyatakan Pemohon sah dan berdasar hukum sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan praperadilan atas perkara a quo;
- Menyatakan secara hukum TERMOHON telah melakukan penghentian penyidikan secara tidak sah dengan tidak melimpahkan berkas perkara penyidikan Harun Masiku dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Termohon;
- Memerintahkan TERMOHON untuk melimpahkan berkas perkara penyidikan Harun Masiku dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Termohon, untuk segera dilakukan sidang in absentia ;
- Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.
Lebih lanjut, Boyamin mengatakan gugatan praperadilan ini demi mencegah kasus korupsi Harun Masuki dijadikan komoditas politik dalam Pemilu 2024.
Sehingga, dia berharap hakim mengabulkan gugatan pra peradilannya agar KPK segera menindaklanjuti kasus ini dan segera digelar sidang in absentia.
"KPK harus menuntaskan perkaara ini untuk mencegah perjkara ini dijadikan gorengan politik untuk saling sandera atau serangan lawan politik."
"Dengan berlarut-larutnya perkara ini maka akan selalu didaur ulang untuk kepentingan politik," ujarnya kepada Tribunnews.com.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)