KPK Duga Ada Aliran Uang ke Abdul Gani Terkait Pengurusan Izin Tambang di Maluku Utara
Dugaan itu diselisik tim penyidik lewat pemeriksaan dua bos perusahaan tambang pada Senin, 29 Januari di Gedung Merah Putih KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada aliran uang yang masuk ke kantong Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terkait pengurusan izin tambang di wilayah Malut.
Dugaan itu diselisik tim penyidik lewat pemeriksaan dua bos perusahaan tambang pada Senin, 29 Januari di Gedung Merah Putih KPK.
Dua bos perusahaan tambang dimaksud yaitu Direktur Utama PT Nusa Halmahera Minerals Romo Nitiyudo Wachjo dan Direktur Halmahera Sukses Mineral Ade Wirawan Lohisto.
Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Pemprov Maluku Utara yang menjerat Abdul Gani Kasuba sebagai tersangka.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pengurusan izin pertambangan yang ada di wilayah Maluku Utara dan dugaan adanya aliran uang untuk tersangka AGK (Abdul Gani) dalam pengurusan dimaksud," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (30/1/2024).
Baca juga: Dalami Kasus Korupsi Izin Tambang, Kejagung Kembali Periksa Sekretaris PT Timah
Tim penyidik sedianya juga memeriksa Eddy Sanusi, Direktur Utama PT Adidaya Tangguh dan Shanty Alda Nathalia, Direktur PT Smart Marsindo.
Namun, kata Ali, keduanya mangkir dari pemeriksaan tim penyidik KPK. Untuk itu, KPK mengultimatum mereka agar bersikap kooperatif.
"Kedua saksi tidak hadir dan tanpa memberikan konfirmasi pada tim penyidik. Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya," tandas Ali.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh orang tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Ternate, Malut dan Jakarta pada Senin, 18 Desember 2023.
Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Gani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut; Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.
Kemudian Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut; Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ); Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan Abdul Gani; Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Stevi Thomas (ST); dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.
Dalam perkaranya, Abdul Gani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan.
Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Gani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.
Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Gani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.
Selain itu, Abdul Gani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud, dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.
Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian.
Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim.
Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahannnya.
Abdul Gani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.
Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.
Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi Abdul Gani berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.
Atas perbuatannya, Abdul Gani Kasuba, Ridwan Arsan, dan Ramadhan Ibrahim yang diduga pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Stevi Thomas, Khristian Wuisan, Adnan Hasanudin, dan Daud Ismail yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.