Kasus Eks Legislator PDIP Ismail Thomas, 3 Kepala Dinas Kutai Barat Diperiksa Kejaksaan Agung
Mereka yang diperiksa menjabat sebagai pucuk pimpinan pada dinas yang terkait dengan pemberian izin tambang.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa tiga Kepala Dinas di Kutai Barat, Kalimantan Timur terkait kasus korupsi ijin tambang yang menyeret eks anggota DPR Fraksi PDIP, Ismail Thomas.
Tiga kepala dinas tersebut diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin (5/2/2024).
"Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa tiga orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada penerbitan Izin Usaha Pertambangan di wilayah Kabupaten Kutai Barat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis.
Mereka yang diperiksa menjabat sebagai pucuk pimpinan pada dinas yang terkait dengan pemberian izin tambang.
Mereka adalah AS selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat, M selaku Mantan Kepala Dinas PTSP Kabupaten Kutai Barat (Mantan Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Kutai Barat), dan A selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Barat.
Baca juga: Bupati Gus Muhdlor Ikutan Dukung Prabowo-Gibran saat Masuk Lingkaran Kasus, Akankah Lolos dari KPK?
Menurut Ketut, pemeriksaan saksi-saksi ini merupakan upaya untuk memperkuat alat bukti.
"Ketiga orang saksi diperiksa terkait penyidikan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," kata Ketut.
Dalam perkara ini, Ismail Thomas telah divonis 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, dia juga divonis untuk membayar denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan penjara.
Vonis yang diberikan Majelis Hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.