Profil Sri Sultan Hamengku Buwono X, Diminta Jokowi Menjembatani Pertemuan dengan Megawati
Inilah profil Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjembatani pertemuan dengan Megawati Soekarnoputri.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang menyebut telah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjembatani pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
Diketahui, awalnya menggaung kabar tersebut dikatakan oleh pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie.
Saat dikonfirmasi, Sultan membenarkan informasi tersebut.
"Betul, tapi saya kan nunggu presiden. Saya akan menjembatani. Terserah presiden itu (waktunya). Saya nunggu. Kalau memerlukan saya bersedia," ujar Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Senin (12/2/2024), mengutip Kompas.com.
Sri Sultan juga menekankan dirinya bersifat pasif terkait rencana pertemuan itu.
Ia menjelaskan tidak memberikan inisiatif, tapi menyerahkan kepada Presiden Jokowi.
Di sisi lain dirinya siap apabila dibutuhkan untuk memfasilitasi.
Baca juga: Cerita Sri Sultan Soal Jokowi Minta Fasilitasi Pertemuan dengan Megawati: Saya akan Menjembatani
Walau demikian hingga saat ini belum ada arahan dari Presiden Jokowi untuk bergerak.
"Ya berarti bukan ambil inisiatif. Yang ambil inisiatif Bapak Presiden. Kalau mau ketemu Mbak Mega saya fasilitasi. Kalau bisa ketemu sendiri ya syukur, kalau saya sifatnya pasif," jelasnya.
Profil Sri Sultan HB X
Dirinya dinobatkan sebagai raja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak 7 Maret 1989.
Baca juga: Istana Respons Pengakuan Sultan HB X Mengenai Permintaan Jokowi Bertemu Megawati
Sri Sultan HB X menjadi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta selama empat kali berturut-turut.
Ia menjadi Raja menggantikan ayahnya, Sri Sultan HB IX, yang meninggal dunia di Amerika Serikat pada tahun 1988.
Hal tersebut lantaran Yogyakarta memiliki hak keistimewaanya sendiri, tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012, aturan yang disahkan pada 31 Agustus 2012 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tertulis dalam UU tersebut menyebutkan gubernur dan wakil gubernur selalu dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.