Kasus Suap Gubernur Malut, Saksi Shanty Alda Dua Kali Mangkir Panggilan KPK
KPK kemudian menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Shanty pada 20 Februari 2024, tetapi, lagi-lagi ia tak hadir pada panggilan ulang tersebut.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia, kembali mangkir alias tidak hadir memenuhi panggilan dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Sedianya, Shanty Alda dijadwal ulang pemeriksaannya pada Selasa, 20 Februari 2024.
Shanty tercatat sudah dua kali tidak hadir memenuhi panggilan KPK.
Pertama, Shanty absen panggilan perdananya pada 29 Januari 2024.
KPK kemudian menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Shanty pada 20 Februari 2024, tetapi, lagi-lagi ia tak hadir pada panggilan ulang tersebut.
"Tidak (hadir), akan dipanggil kembali," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (22/2/2024).
Rencananya, KPK bakal memanggil kembali Shanty Alda.
Sebab, keterangan Shanty Alda dibutuhkan untuk proses penyidikan Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
Namun, belum diketahui dengan pasti kapan Shanty Alda akan dipanggil kembali untuk dimintai keterangannya.
Tribunnews.com mencoba mengonfirmasi alasan Shanty dua kali tak memenuhi panggilan tim penyidik KPK.
Namun, hingga berita ini dimuat, belum ada balasan.
Belakangan ini, KPK intensif melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah bos perusahaan tambang.
KPK dikabarkan sedang mengembangkan kasus suap Abdul Gani Kasuba.
Utamanya, soal dugaan penerimaan uang Abdul Gani dari izin usaha pertambangan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengakui bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menyelidiki dugaan praktik suap pemberian izin pertambangan nikel di Maluku Utara.
Apalagi, setelah Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Stevi Thomas (ST) menjadi tersangka.
"Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel itu. Barangkali itu yang didalami oleh penyidik," kata Alex, sapaan karib Alexander Marwata saat dikonfirmasi.
Diakui Alex, Maluku Utara terkenal sebagai lumbung nikel di Tanah Air.
Sehingga, banyak pengusaha dan perusahaan yang berusaha mendapatkan izin penambangan di daerah tersebut.
Berkaca dari sebagian besar kasus yang ditangani KPK, kata dia, perizinan seringkali menjadi komoditas bagi kepala daerah untuk diperjualbelikan.
"Kita ketahui bersama di Malut itu kan salah satu sumber nikel, banyak perusahaan-perusahaan dan usaha yang berusaha mendapatkan izin penambangan di sana," kata Alex.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan 7 orang tersangka dugaan suap proyek, perizinan, dan jual beli jabatan usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12/2023).
Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Gani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.
Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.
Dalam perkaranya, Abdul Gani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan.
Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Gani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.
Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Gani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.
Selain itu, Abdul Gani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.
Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian.
Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim.
Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya.
Abdul Ghani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.