Kasus Bullying di Binus Serpong, Pengacara Terduga Pelaku Sebut Sekolah Juga Ikut Bertanggung Jawab
Seorang siswa Binus School Serpong, Tangerang Selatan, diduga jadi korban perundungan oleh geng sekolah hingga harus dirawat di rumah sakit.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi perundungan atau bullying di sebuah SMA internasional yang berada di Serpong, Tangerang Selatan, menjadi sorotan publik.
Seorang siswa Binus School Serpong, Tangerang Selatan, diduga jadi korban perundungan oleh geng sekolah hingga harus dirawat di rumah sakit.
Beragam pihak menyesalkan peristiwa kekerasan yang terjadinya.
Pihak sekolah dikabarkan telah mengeluarkan anak-anak yang terlibat kasus perundungan geng di 'Warung Ibu Gaul'.
Keputusan tersebut disesalkan Kuasa Hukum anak inisial M, Bontor Tobing.
Dirinya menilai Binus School Serpong harus bertanggung jawab atas kasus tersebut.
Mengingat fungsi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pihak sekolah tidak berjalan.
"Dasarnya pembiaran terhadap kumpulan anak-anak sekolah di warung. Karena pengakuan siswa, Geng Tai sudah 9 tahun berdiri di Binus, tempat kumpul-kumpulnya di Warung Ibu Gaul," ungkap Bontor dihubungi pada Jumat (23/2/2024).
Tak hanya itu, dirinya pun menyesalkan Binus School Serpong yang mengambil keputusan sepihak terkait klarifikasi atas kasus bullying pada 2 dan 13 Februari 2024.
Anak-anak diungkapkannya diperiksa pihak sekolah tanpa didampingi orangtua pada tanggal 15 dan 16 Februari 2024.
"Binus secara sepihak melakukan klarifikasi langsung kepada anak-anak tanpa didampingi orangtua atau para pihak yang berkepentingan dalam permasalahan ini," ungkapnya.
Selanjutnya, pihak sekolah memanggil orangtua dari anak-anak yang terlihat kasus bullying pada 20 Februari 2024.
Ketika itu, Binus School Serpong menawarkan dua pilihan terkait kasus tersebut, yakni mengeluarkan anak-anak dari sekolah atau anak-anak mengundurkan diri.
"Opsi tersebut bisa dibilang sebagai pemaksaan untuk mengundurkan diri, karena kalau di DO tidak bisa urus paket C," imbuh Bontor.
Atas hal tersebut, Bontor menyesalkan peristiwa yang terjadi.
Dirinya pun menyampaikan empatinya kepada orangtua dan anak-anak, baik korban maupun terlapor.
"Semua anak-anak ini menjadi korban, termasuk terlapor yang kehilangan masa depannya, karena dikeluarkan dari sekolah jelang ujian akhir," ungkap Bontor.
"Harusnya masalah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan adanya pertemuan para pihak yaitu sekolah, kepolisian, korban, pelaku dan para orangtua. Kalaupun ada hukuman agar lebih kepada fungsi pembinaan, karena selama ini juga anak-anak sudah dihakimi sepihak di medsos," jelasnya.
Bagaimana kelanjutan kasus ini?
Kepolisian Tangerang Selatan telah menaikkan status kasus dugaan perundungan siswa Binus School Serpong dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Sebanyak delapan saksi telah diperiksa pada Kamis (22/02).
"Untuk hari ini tim penyidik dari unit PPA Polres Tangsel, telah memeriksa kurang lebih delapan orang saksi didampingi oleh orang tua, PH, ada perwakilan dari bapas dan perwakilan dari pekerja sosial Dinsos," kata Kasi Humas Polres Tangsel AKP Wendi, kemarin.
Sementara itu Public Relation Binus School, Haris Suhendra, mengatakan seluruh siswa yang terbukti melakukan tindakan kekerasan sudah "tidak menjadi bagian dari komunitas Binus School".
"Sejumlah siswa lain yang turut menyaksikan kejadian tersebut, tanpa melakukan tindakan pencegahan maupun pertolongan, juga telah mendapatkan sanksi disiplin keras," kata Hendra, seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Dia juga mengeklaim aksi bullying itu tidak terjadi di lingkungan sekolah, melainkan di luar kawasan sekolah.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menilai sekolah tak bisa lepas tangan dan meminta pemda untuk mengevaluasi sistem penanganan bullying di sana.
Sumber: Warta Kota