Pengawasan Kolaboratif Demi Layanan Akuntabel, Irjen Kemenag Ingin Jadi Tempat Curhat ASN
Kemenag RI menyadari pentingnya pengawasan sinergitas agar lembaganya makin akuntabel
Penulis: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Kememterian Agama (Kemenag) RI menyadari pentingnya pengawasan sinergitas agar lembaganya makin akuntabel.
Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) Faisal Ali Hasyim menilai pengawasan atas berbagai kebijakan maupun program pemerintah membutuhkan sinergitas antar berbagai kalangan.
Baca juga: MUI Tanggapi Rencana Kemenag Jadikan KUA Tempat Nikah Semua Agama: Musyawarahkan Dulu
Menurut Faisal, pengawasan kolaboratif efektif mencegah penyimpangan.
Pengawasan kolaboratif diperlukan, karena Kementerian Agama memiliki jumlah satuan kerja (satker) terbanyak di Indonesia.
Pelibatan masyarakat secara langsung dalam pengawasan menjadi keniscayaan.
"Dari awal kami menyadari lingkup pengawasan sangat luas, sedangkan jumlah auditor kami sangat terbatas. Karenanya, kami menginisiasi Pengawasan Kolaboratif dengan melibatkan partisipasi masyarakat,” ujar Faisal di tengah-tengah puluhan editor media massa yang hadir pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Pengawasan Kolaboratif Itjen Kemenag 2024 di Banda Aceh, Minggu (25/2/2024) malam.
Baca juga: Hasil Seleksi PPIH Arab Saudi Diundur, Berikut Penjelasan dari Kemenag
Irjen Faisal mengungkapkan, saat ini jumlah satker yang harus diawasi oleh Itjen Kemenag sejumlah 4.713.
Jumlah ini terdiri dari 11 Eselon 1, 72 PTKN, 802 MAN, 1.499 MTsN, 1.709 MIN, 34 Kanwil Provinsi, 514 Kantor Kemenag Kota/Kabupaten, 14 Balai Diklat Keagamaan, 3 Balai Litbang Keagamaan, dan 10 UPT.
Selain itu ada juga 5.963 KUA yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Kemenag memiliki 236.008 aparatur sipil negara (ASN).
Adapun jumlah layanan publik Kemenag mencapai lebih dari 250.
Sedangkan, jumlah auditor di Itjen Kemenag sangat terbatas. Hanya 258 auditor.
"Jumlah ini tidak sepadan dengan tugas pengawasan yang diemban. Ruang lingkup Itjen sangat besar. Bukan hanya program, namun juga ada pengawasan hingga perilaku disiplin, sehingga, kami harus menggunakan fungsi kolaboratif. Kita perlu partisipasi masyarakat, khususnya media. Jika kita menggunakan pendekatan normatif tidak mungkin,” terang lelaki kelahiran Pidie, Aceh ini.
Faisal berharap dengan pengawasan kolaboratif ini, Itjen Kemenag juga dapat membangun kepercayaan publik.
Ia mengatakankeberadaan bahwa Itjen bukan watchdog namun Itjen adalah problem solver, tempat curhat.