Polda Metro Jaya: Rektor Universitas Pancasila Tak Hadir, Pemeriksaan Dijadwalkan Ulang
Ade mengatakan, pihaknya telah menerima surat permohonan penundaan pemeriksaan dari Rektor Universitas Pancasila berinisial ETH.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya telah menerima surat permohonan penundaan pemeriksaan dari Rektor Universitas Pancasila berinisial ETH.
ETG sendiri merupakan saksi terlapor dalam kasus dugaan pelecehan seksual.
Sebagai informasi, ETH sedianya diperiksa terkait kasus dugaan pelecehan seksual terhadap dua pegawainya pada hari ini, Senin (26/2/2024).
"Surat permohonan penundaan sudah diterima. Pemeriksaan akan dilakukan pada Kamis (29/2/2024) mendatang," kata Ade Ary.
Sebelumnya, Rektor Universitas Pancasila berinisial ETH dipastikan batal memenuhi panggilan penyidik Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada hari ini, Senin (26/2/2024).
Kuasa hukum rektor, Raden Nanda Setiawan mengonfirmasi kliennya berhalangan hadir karena sudah ada agenda terjadwal.
"Pada hari ini, klien kami Prof ETH sedang berhalangan hadir dalam pemeriksaan di Subdit Renakta Polda Metro Jaya," ujar Raden, dalam keterangannya, Senin.
"Karena sudah ada jadwal sebelum surat undangan dari Polda diterima," lanjut dia.
Atas hal tersebut, pihaknya telah mengirim surat permohonan untuk meminta jadwal ulang pemeriksaan.
"Tim kami juga telah melakukan penyerahan surat permohonan penundaan pemeriksaan klien kami Prof ETH," tuturnya.
Pelaporan 1 tahun setelah kejadian
Kuasa hukum korban dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Rektor UP berinisial ETH, Amanda Manthovani mengungkap alasan baru dilaporkannya kasus tersebut ke kepolisian.
Diketahui, korban yang berjumlah dua orang berinisial RZ dan DF merupakan pegawai terduga pelaku.
RZ saat itu menjabat sebagai Kabag Humas dan Ventura UP, sedangkan DF selaku karyawan honorer.
Padahal, kasus dugaan pelecehan seksual terjadi kepada DF pada Desember 2022, lalu Februari 2023 terhadap RZ.
RZ kemudian membuat laporan di Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024 dan DF memolisikan rektor pada 29 Januari 2024 di Bareskrim Polri.
Laporan diterima dengan nomor surat tanda penerimaan laporan: STTLP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA dan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 12 Januari 2024.
Untuk laporan di Bareskrim Polri teregister dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024.
Amanda menuturkan, kasus tersebut baru dilaporkan ke polisi meski kejadian sudah satu tahun lebih lantaran adanya relasi kuasa.
"Jadi begini, kita kan terkadang memang suka bertanya-tanya, kenapa sih kejadiannya setahun yang lalu kok baru dilaporin sekarang. Sebenarnya ada beberapa tipe yang namanya perempuan, ini kan ada hubungannya relasi kuasa. Artinya dengan penguasa dan bawahan," ujar Amanda, saat dihubungi, Minggu (25/2/2024).
Alasan lainnya adalah karena rasa takut yang dialami korban sehingga baru membuat laporan pada tahun ini.
"Itu kan banyak pertimbangan, rasa ketakutan. Apalagi dia tahu loh yang namanya rektor itu, ya dia ber-uang, dia banyak koneksi. Kan di otak dia 'kalau aku lapor ini gimana? gua abis' begitu kan pemikiran dia. Takut. gitu. Rasa takut," kata dia.
"Nah terus tapi di situ dia, sejak kejadian itu, mbak RZ bilang 'mbak sejak kejadian itu, aku tuh kalau di panggil ke ruang rektor, aku enggak mau sendiri'. Sehingga itu kayaknya membuat si rektor itu mungkin lama-lama kesel juga, akhirnya, dia dimutasi. Gitu," lanjutnya.
Korban RZ, tambah Amanda, bahkan sempat merasakan perubahan psikis.
Atas hal tersebut, suaminya bertanya-tanya apa yang terjadi hingga RZ akhirnya berani bercerita kepada sang suami.
"Nah, terus kenapa akhirnya lapor? itu sejak dari kejadian Februari itu, 5 bulan kemudian, dia tuh ada perubahan. Psikisnya ada perubahan, sehingga suaminya itu bingung, gitu. 'kenapa sih kok aneh sih kamu?' gitu loh. Sampai mereka kadang sering ada perdebatan karena kelakuan aneh istrinya, kok beda," ucap Amanda.
"Sampai akhirnya, suaminya ngerasa ini ada yang aneh. Didesak, akhirnya cerita sama suaminya. Setelah cerita sama suaminya, suaminya langsung spontan 'lapor'. Jadi dari suami, dari keluarganya itu men-support. Akhirnya dia itu mempunyai kekuatan untuk membuat laporan. gitu ceritanya," sambungnya.
Amanda menuturkan, tak ada tekanan atau ancaman secara langsung kepada korban untuk tidak melaporkan kejadian tersebut.
Hanya saja, RZ dimutasi dari jabatannya ke S2 pascasarjana UP.
"Enggak ada sih. Tidak ada secara, apa ya, tapi secara tersirat ada. Kenapa? dengan dia dimutasi itu kan ada satu pressure (tekanan)," kata dia.
Rektor Bantah Lecehkan
Rektor UP berinisial ETH buka suara soal kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukannya terhadap dua pegawainya, RZ dan DF.
RZ saat itu menjabat sebagai Kabag Humas dan Ventura UP, sedangkan DF selaku karyawan honorer.
Rektor melalui kuasa hukumnya Raden Nanda Setiawan mengatakan bahwa kasus tersebut tidaklah benar.
"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," ujar Raden, dalam keterangannya, Minggu (25/2/2024).
Ia turut menyinggung setiap peristiwa atau kejadian yang bersifat fiksi tentunya memiliki konsekuensi hukum.
"Namun kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian, tapi perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya," kata dia.
Terhadap berita yang sudah beredar, dia menyampaikan harus menjunjung tinggi prinsip asas praduga tak bersalah (presumption of innocent).
"Terlebih lagi isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru," tuturnya.
Lebih lanjut, Raden menuturkan pihaknya menghormati proses hukum yang kini bergulir.
"Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak Kepolisian untuk memproses secara profesional," ucap dia. (m31)
Sumber: Warta Kota