Ide KUA Tempat Nikah Semua Agama, Hidayat Nur Wahid: Usulan Itu Ahistoris dan Bisa Picu Disharmoni
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritik rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas menjadikan KUA tempat pencatatan nikah seluruh agama.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid atau HNW mengkritik rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).
HNW menjelaskan, rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945.
Menurutnya hal itu justru bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.
"Pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka yakni Muslim di KUA dan non Muslim di Pencatatan Sipil selain mempertimbangkan toleransi juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti," kata HNW dalam keterangannya Selasa (27/2/2024).
"Maka usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam," imbuhnya.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS ini menjelaskan, asal muasal KUA adalah institusionalisasi dari jabatan Penghulu, yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia sudah bertugas mencatatkan pernikahan dan urusan keagamaan lainnya bagi warga Muslim.
Adapun bagi nonMuslim, kata HNW, dicatatkan langsung kepada Pemerintah melalui dinas Pencatatan Sipil, dalam rangka toleransi dan menghargai keragaman umat beragama, dan juga untuk memudahkan mereka baik secara psikologis maupun sosial.
Secara mendasar, hal itu sesuai ketentuan Pasal 29 UUD NRI 1945 yang jelas mengamanatkan Negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Baca juga: MUI Tanggapi Rencana Kemenag Jadikan KUA Tempat Nikah Semua Agama: Musyawarahkan Dulu
Dalam aplikasinya, pembagian kewenangan pencatatan nikah juga sudah ada jauh sejak lahirnya UU No 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, dan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Apalagi Menag dan publik tentunya tau, bahwa KUA selain perpanjangan dari peradilan Agama (Islam) juga merupakan institusi/kantor yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam, yang memang tugasnya hanya mengurusi umat Islam saja," ucap HNW.
HNW menambahkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan unit pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Baca juga: Respons Muhammadiyah Soal KUA Jadi Tempat Nikah Semua Agama
Anehnya, lanjut HNW, usulan Menteri Agama agar KUA juga mengurusi pencatatan nikah semua agama, disampaikan juga pada Raker Ditjen Bimas Islam.
"Sangat disayangkan di Forum Raker dengan Bikas Islam yang harusnya mengutamakan pembahasan peningkatan layanan untuk Masyarakan Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab Bimbingan Masyarakat Islam,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.