2 Penyebab Harga Beras Naik Menurut Anggota DPR, Kartel Dituduh Ikut Bermain
Luluk Nur Hamidah menduga melambungnya harga beras disebabkan karena permainan pedagang atau kartel beras.
Editor: Hasanudin Aco
Kondisi itu membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memeriksa stok beras ke Pasar Induk Berang Cipinang (PIBC) dan gudang Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) beberapa waktu lalu.
Setelah peninjauan, diketahui bahwa terjadi penumpukan stok beras di kedua lokasi tersebut. Adapun harga beras medium produksi lokal di PIBC per Rabu (21/2), dipatok di Rp 14.000-Rp 15.200 per kg.
Sementara itu, beras premium di kisaran Rp 16.500-Rp 17.000 per kg. Artinya, harga beras medium dan premium lokal saat ini sudah jauh melampaui HET.
Respon KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berbicara soal indikasi perilaku kartel terkait kenaikan harga beras yang belakangan ini sedang terjadi.
Anggota KPPU Hilman Pujana mengatakan, pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah ada indikasi kartel atau tidak di fluktuasi beras saat ini.
"Kita bicara indikasi kartel kan belum bisa kita simpulkan saat ini," katanya.
Ia mengatakan pihaknya masih mengumpulkan informasi mengenai apakah ada indikasi kartel atau tidak, sehingga tidak bisa menyimpulkan sekarang ini.
"Kita proses pengumpulan data informasi ini menjadi dasar kami. Kami enggak bisa menyimpulkan di awal," ujar Hilman.
Maka dari itu, KPPU telah membentuk tim khusus untuk melihat hal-hal di sektor perberasan ini. Pembentukan tim ini telah diputuskan di rapat komisioner KPPU.
"Kami sudah di rapat komisi memutuskan membentuk tim khusus, jadi memang kami
concern untuk beras ini dilakukan tim khusus antara tim kajian dengan tim penegakan
hukum," ujar Hilman.
"Jadi nanti apapun hasil dari Focus Group Discussion baik dari pengumpulan data nanti akan bisa ditindaklanjuti. Syaratnya kan kalau kita menemukan alat bukti, baru kita bisa naikkan," lanjutnya.
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa juga menegaskan kepada pelaku usaha untuk berhati-hati dalam menaikkan atau menentukan harga komoditas pangan yang berdampak langsung kepada masyarakat.
"Jangan sampai melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999, terlebih jika ada potensi kartel di baliknya," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.