Awal Puasa Ramadan Berpotensi Beda, NU-Muhammadiyah Sepakat Saling Menghormati
Tidak perlu ada saling melempar sentimen negatif dalam pelaksanaan awal puasa yang lebih awal
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Beberapa hari lagi umat Muslim akan memasuki bulan suci Ramadan.
Pada tahun ini, awal puasa Ramadan 2024 berpotensi berbeda.
Organisasi Kemasyarakatan atau Ormas seperti NU dan Muhammadiyah pun bersepakat untuk saling menghormati.
Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), KH Sirril Wafa, menekankan pentingnya saling menghormati dalam perbedaan pelaksanaan ibadah, khususnya selama bulan suci Ramadhan.
Terlebih perbedaan ini, bukanlah pertama kali terjadi. Bahkan menurutnya ada saja perbedaan setiap tahunnya bagi umat Muslim Indonesia dalam menghadapi perbedaan pelaksanaan ibadah, utamanya terkait dengan waktu awal dan akhir Ramadan.
"Pengalaman yang telah berpuluh-puluh tahun bagi masyarakat Muslim Indonesia mestinya cukup menjadi pelajaran bahwa perbedaan dalam masalah furu'iyah (masalah cabang) bukan prinsip akidah keimanan (ushuliyah) itu sangat dimungkinkan. Maka, upaya saling memahami harus ditingkatkan," ujar Kiai Sirril dikutip dari NU Online, Selasa (5/3/2024).
Baca juga: Awal Puasa Ramadan 2024 di Arab Saudi, Diperkirakan Dimulai 11 Maret
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah ini mengatakan, tidak perlu ada saling melempar sentimen negatif dalam pelaksanaan awal puasa yang lebih awal.
"Bagi yang memulai puasa lebih awal, tidak perlu menyalahkan misalnya, sudah bagian dari Ramadhan kok masih tidak puasa, haram itu dan sebaliknya,” terang dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum (Ketum) Muhammadiyah Haedar Nashir.
Pihaknya yang telah memastikan bahwa awal puasa tahun ini dimulai pada 11 Maret 2024 mengatakan, perbedaan yang ada tidak perlu dibesar-besarkan.
Ia menegaskan, yang terpenting adalah memaknai ibadah selama ramadan itu, termasuk memperdalam relasi hubungan sosial yang damai dan bersatu dalam keragaman.
"Jadi, kalau berbeda ya malah tidak perlu ribut, termasuk di media sosial, apalagi saling menghujat dan saling menyalahkan yang membuat malah nanti nilai ibadahnya jadi berkurang," kata Haedar dalam kegiatan konferensi pers pada awal tahun ini.
Jaga ukhuwah islamiyah
Sementara Menteri Agama (Menag RI) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau agar umat Islam tetap menjaga ukhuwah islamiyah dan toleransi dalam menghadapi perbedaan ini.