Hasto Sebut Pelaporan Ganjar Upaya Bungkam Kecurangan Pemilu, KPK Tegaskan Tak Lihat Unsur Politik
Ketua IPW Sugeng yang melaporkan Ganjar ke KPK adalah ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Bogor, Jawa Barat.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto angkat bicara tentang kasus Harun Masiku dan Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo, yang dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto berpendapat, kasus Harun Masiku kembali bergema dan pelaporan Ganjar ke KPK merupakan upaya untuk membungkam sikap kritis atas dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Diketahui, Ganjar adalah sosok yang pertama menggaungkan pengguliran hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pilpres 2004.
Tak lama setelah itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ke KPK melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi saat menjabat Gubernur Jawa Tengah (Jateng) dari perusahaan asuransi yang memberikan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng.
“Ini terjadi bagi mereka yang bersikap kritis, digunakan berbagai instrumen hukum termasuk Ganjar dengan pengajuan dugaan yang dicari-cari terkait penyalahgunaan kewenangan, dan ini memiliki afiliasi dengan PSI,” kata Hasto dalam sebuah wawancara, Minggu (17/3/2024).
Seperti diketahui, Ketua IPW yang melaporkan Ganjar adalah ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Bogor, Jawa Barat.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan ketika dirinya mengungkap kecurangan Pemilu 2009 maka muncul intimidasi termasuk kasus Harun Masiku.
Harun adalah mantan kader PDI Perjuangan yang menjadi buron kasus dugaan suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.
Dia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut sejak 2020 bersama dengan 3 orang lainnya. Namun, hingga saat ini, dia tak kunjung ditangkap.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Harun ke dalam daftar buronan pada 29 Januari 2020, kemudian pada 30 Juli 2021, namanya masuk ke dalam daftar buronan dunia dan masuk dalam daftar Red Notice Polisi Internasional (Interpol).
Harun adalah Korban
Hasto mengungkapkan, sebenarnya Harun merupakan korban karena memiliki hak konstitusi berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).
Berdasarkan putusan itu, Harun seharusnya mendapat pelimpahan suara dari PDI Perjuangan berdasarkan kebijakan partai karena ada caleg terpilih yang saat itu meninggal dunia.
Kemudian, dalam proses itu ada tekanan dari oknum Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta imbalan, dan dia tergoda memberikannya, sehingga digolongkan sebagai suap.
“Tetapi sebenarnya kasus itu proses untuk mengaitkan dengan saya, padahal sudah ada tiga orang yang menjalani hukuman tindak pidana, tetapi sebenarnya diawali kompleksitas pemilu, sehingga mereka yang memiliki kebenaran secara hukum pun masih bisa diperas agar menjadi anggota legislatif,” tutur Hasto.
Menurut Hasto, ketika mendengar di pengadilan ada bukti untuk memberikan dana kepada oknum KPU, dirinya menegur keras anggota PDI Perjuangan itu karena melakukan hal yang bisa dikategorikan tindak penyuapan.
“Ini terbukti kasus Harun Masiku adalah upaya mencari kelemahan diri saya sebagai Sekjen dan upaya menggunakan instrumen hukum untuk menargetkan saya. Saya sudah menjelaskan di pengadilan dan tidak ditemukan fakta yang berkaitan dengan saya,” bebernya.
Namun, kasus Harun menjadi ‘musim’ karena dirinya mempersoalkan dugaan kecurangan Pemilu 2024, mengkritisi Presiden Jokowi dan gerbong parpol pengusung paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Kunci Tidak Kritis
Hasto menekankan, kasus Harun tidak menyurutkan semangat untuk tetap mengkritisi pemilu, karena sikap kritis adalah hal biasa dan sesuai jati diri PDI Perjuangan.
Terlebih, kecurangan pemilu dilakukan dengan pembungkaman suara rakyat melalui operasi politik dari hulu ke hilir yang diawali rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK Nomor 90/2023, yang memberi karpet merah bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi cawapres pada Pilpres 2024, meskipun usianya belum memenuhi syarat minimal Capres dan Cawapres yakni 40 tahun.
“Saya menunjukkan tanggung jawab tidak hanya sebagai Sekjen tetapi juga sebagai warga negara Indonesia yang punya komitmen menjaga demokrasi. Jika kecurangan massif dari hulu ke hilir dibiarkan, penggunaan instrumen kita biarkan, abuse of power dari presiden kita biarkan, maka ke depan tidak ada pemilu, sama dengan zaman Orde Baru dulu,” kata Hasto.
Baca juga: Siapa Sih Kapolda Yang Akan Dibawa Kubu Ganjar Ke MK?
KPK tegaskan tak lihat unsur politik
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, pihaknya tidak melihat latar belakang politik ketika mengusut kasus dugaan korupsi.
Hal itu termasuk dalam menangani laporan terhadap capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo atas dugaan korupsi di Bank Jateng.
"Kalau kami itu kan enggak pernah melihat apakah ini ada unsur politiknya atau enggak. Apakah ini warnanya merah, kuning, hijau, abu-abu kita enggak lihat seperti itu ya,” kata Alex Marwarta di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (6/3/2024).
"Saya yakin staf kami di bawah enggak peduli warna dari orang itu apa,” imbuh pimpinan KPK yang pernah jadi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta ini.
Alex mengaku belum mengetahui secara detail laporan dugaan korupsi di Bank Jateng tersebut.
Namun, dalam mekanisme penanganan perkara, KPK akan menelaah dan menggali informasi dari berbagai sumber serta mengklarifikasi terhadap para pihak terkait.
Laporan itu nantinya dibahas oleh satgas penyelidikan.
"Kalau sepakat ada indikasi korupsi baru naik ke penyelidikan baru kita klarifikasi ke yang bersangkutan," terangnya.
Dalam proses penanganan perkara ini, KPK memastikan bakal berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Hal ini untuk mendalami pergerakan transaksi keuangan terkait asuransi Bank Jateng.
"Iya pasti. Prosedur biasa, prosedur biasa," kata Alex.
Update kasus
Sugeng Teguh Santoso membeberkan update terbaru terkait dugaan gratifikasi yang menyeret mantan Gubernur Jawa Tengah sekaligus capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo serta mantan Direktur Bank Jateng, Supriyatno.
Sugeng mengatakan sudah melapor kembali ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan modus yang dilakukan Ganjar dan Supriyatno dalam kasus ini.
Selain terkait modus, dirinya juga menyampaikan beberapa informasi yang diperolehnya dari internal Bank Jateng serta pihak asuransi.
"Update informasi terkait modus dugaan gratifikasinya. Saya juga menyampaikan info saksi-saksi yang terdiri dari internal Bank Jateng dan pihak asuransi," katanya kepada Tribunnews.com, Jumat (15/3/2024).
Sugeng mengatakan pelaporan ini dilakukannya pada Rabu (13/3/2024) lalu.
Namun, dirinya enggan untuk merinci modus yang digunakan dalam kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Ganjar dan Supriyatno tersebut.
"Maaf (tidak bisa dijelaskan) itu konsumsi pemeriksaan," tuturnya.
Lebih lanjut, Sugeng menilai pengusutan kasus ini bakal berjalan lama lantaran dugaan gratifikasi dilakukan dalam rentang waktu yang lama pula.
Baca juga: Sugeng IPW Klaim Tak Ingin Hambat Hak Politik Ganjar, Berujung Pelaporan usai Pilpres 2024
Hal tersebut, sambungnya, lantaran akan banyak pihak yang dimintai klarifikasi terkait kasus ini.
"Karena dugaan peristiwa cash back ini melingkupi waktu yang panjang, maka saya menduga akan banyak pihak yang akan diminta klarifikasi baik dari pihak Bank Jateng maupun pihak asuransi yang dinilai relevan dengan pengaduan."
"Maka proses ini akan memerlukan waktu yang panjang," ujarnya.
Tribunnews.com telah menghubungi Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri untuk mengonfirmasi terkait informasi dari Sugeng tersebut.
Namun, hingga artikel ini diterbitkan, belum memberikan respons.
Diberitakan sebelumnya, KPK menerima laporan terkait dugaan penerimaan gratifikasi Direktur Utama Bank Jateng periode 2014-2023 Supriyatno dan Gubernur Jateng periode 2013-2023 Ganjar Pranowo.
Laporan itu diadukan oleh Indonesia Police Watch (IPW).
"Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).
Ali mengatakan, KPK bakal menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kami segera tindaklanjuti dengan verifikasi lebih dahulu oleh bagian pengaduan masyarakat KPK," katanya.
Sementara, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, modus dugaan gratifikasi yang dilaporkan, yaitu berupa cashback.
"Jadi pertama (inisial) S, mantan Dirut Bank Jateng 2014-2023, kemudian juga GP," kata Sugeng kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).
"IPW melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi dan/atau suap yang diterima oleh Direksi Bank Jateng dari perusahaan-perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng. Jadi istilahnya ada cashback," imbuhnya.
Sugeng mengungkapkan, nilai cashback diperkirakan jumlahnya 16 persen dari nilai premi. Cashback 16 persen itu dialokasikan ke tiga pihak.
"Lima persen untuk operasional Bank Jateng baik pusat maupun daerah, 5,5 persen untuk pemegang saham Bank Jateng yang terdiri dari pemerintah daerah atau kepala-kepala daerah yang 5,5 persen diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah dengan inisial GP," ucapnya.
Sugeng menyebut, pemegang saham pengendali Bank Jateng adalah Gubernur Jateng yang dalam periode itu adalah Ganjar Pranowo.
Sugeng menduga perbuatan itu dilakukan dalam kurun 2014-2023. Totalnya, menurut Sugeng, lebih dari Rp 100 miliar.
"Itu diduga terjadi dari 2014 sampai 2023. Jumlahnya besar loh kalau dijumlahkan semua mungkin lebih dari 100 miliar untuk yang 5,5 persen tuh. Karena itu tidak dilaporkan ini bisa diduga tindak pidana," imbuhnya. (*)