Polemik Dugaan Permainan Izin Tambang Menteri Bahlil Berujung Pelaporan ke KPK
Pemberitaan terkait dugaan Bahlil bermain dalam izin tambang berbuntut panjang. Kini, ia dilaporkan ke KPK oleh JATAM.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pemberitaan terkait dugaan permainan izin tambang yang menyeret nama Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia berbuntut panjang.
Diketahui, nama Bahlil sempat disebut dalam edisi majalah dan siniar atau podcast di salah satu media nasional.
Dirinya diduga menerima upeti dalam pencabutan dan penerbitan ribuan izin tambang.
Lantas, Bahlil pun melaporkan konten tersebut ke Dewan Pers lewat stafnya, Tina Talisa dan Kepala Biro Hukum Kementerian Investasi, Rilke Jeffri Huwae pada 4 Maret 2023 lalu.
Pasca-pelaporan, Dewan Pers pun telah menyatakan konten dari media nasional tersebut telah melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik lantaran informasi yang disajikan tidak akurat.
Hal tersebut diputuskan Dewan Pers lewat surat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) pada Senin (18/3/2024).
Selain itu, surat itu juga merekomendasikan agar terlapor dapat memberikan hak jawab serta permintaan maaf kepada Bahlil.
“Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu (Bahlil) secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima,” tulis Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam surat tersebut, dikutip Senin (18/3/2024).
Dalam surat tersebut, Bahlil selaku pengadu juga diminta memberikan hak jawab selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah surat dari Dewan Pers diterima dalam format ralat dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya-karya jurnalistik.
Baca juga: Bahlil Mendadak Sambangi Bareskrim Polri, Lapor Dugaan Pencemaran Nama Baik soal Izin Tambang
Namun, tidak boleh mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.
“Teradu wajib melaporkan bukti tindak lanjut PPR ini ke Dewan Pers selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah Hak Jawab dimuat. Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu, maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab,” ucapnya.
Sempat Disorot Anggota DPR
Selain lewat pemberitaan, dugaan penerimaan upeti terhadap Bahlil juga sempat menjadi sorotan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto.
Dikutip dari Kompas.com, Mulyanto menyebut Bahlil diduga telah menyalahgunakan wewenang sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Bahlil, kata Mulyanto, juga disebut telah mencabut dan menerbitkan kembali Ijin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dengan imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham.
Mulyanto pun meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bahlil.
“Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya.
Bahlil Lapor ke Bareskrim Polri soal Pencemaran Nama Baik
Pada hari ini, Selasa (19/3/2024), Bahlil pun menyambangi Bareskrim Polri terkait pemberitaan dugaan dirinya menerima upeti izin tambang.
"Saya datang ke Mabes Polri, Bareskrim, untuk memenuhi komitmen saya dalam rangka meluruskan berita yang terindikasi bahwa di kementerian saya," katanya di Mabes Polri dikutip dari YouTube Tribunnews.
Bahlil menjelaskan bahwa kedatangannya ke Bareskrim Polri sebagai wujud keseriusannya untuk menempuh jalur hukum buntut pemberitaan tersebut.
Menurutnya, pemberitaan terkait dugaan dirinya bermain dalam izin tambang telah mencoreng nama baiknya.
"Hari ini saya menjadi bentuk keseriusan saya, untuk merasa dirugikan pencemaran nama baik saya. Jadi saya minta untuk dilakukan proses secara hukum, transparan saja," tuturnya.
Kendati demikian, Bahlil menegaskan pihaknya tidak melaporkan media nasional yang memberitakan dirinya.
Namun, sambungnya, melaporkan pihak-pihak yang mencatut namanya untuk maksud tertentu.
"Tapi saya tidak mengadu media nasional, ya. Saya mengadu adalah yang mencatut nama saya untuk meminta sesuatu. Jadi biar tidak ada informasi yang simpang siur, agar bisa diluruskan," ujarnya.
Bahlil mengatakan dirinya meminta kepada Bareskrim Polri untuk memintai keterangan pihak-pihak yang mencatut namanya.
"Kita proses, kita proses. Lakukan tindakan hukum semestinya," ujarnya.
JATAM Laporkan Bahlil ke KPK
Di hari yang sama, Bahlil dilaporkan oleh organisasi Jaringan Masyarakat Advokasi Tambang (Jatam) ke KPK terkait dugaan korupsi pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 ke KPK.
Koordinator Nasional Jatam Pusat, Melky Nahar mengatakan pihaknya telah mempelajari secara serius dasar hukum yang melatarbelakangi Bahlil dapat melakukan pencabutan IUP.
Menurutnya, meski Bahlil telah diberi kewenangan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), terdapat pelanggaran yang dilakukan terkait pencabutan IUP.
“Proses pencabutan izin ini dia sama sekali tidak bersandar pada sebagaimana regulasi yang telah ditetapkan,” kata Melky.
Pada kesempatan yang sama, Divisi Hukum Jatam Pusat, Munammad Jamil mengungkapkan dalam pelaporan, pihaknya sudah menyertakan bukti berupa dokumen yang menyangkut dana aliran kampanye.
Baca juga: KPK Kaji Pencabutan dan Penerbitan IUP Imbas Dugaan Menteri Bahlil Salahgunakan Wewenang
Selain itu, Jamil juga membawa bukti jejaring usaha Bahlil di sektor pertambangan.
“Sebetulnya karena perusahaannya itu melahirkan perusahaan baru lagi, kemudian ada perusahaan baru lagi yang kemudian terhubung dengan tambang yang bermasalah di Antam,” ujar Jamil.
KPK lewat Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan, Ali Fikri mengatakan pihaknya masih perlu memeriksa laporan itu apakah sudah diterima pihak Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
"Pasti akan dilakukan tindak lanjut di bagian Pengaduan Masyarakat," kata Ali di KPK.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Danang Triadmojo)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.