Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejaksaan Agung Buka Suara soal Simpang Siur Penggeledahan Rumah Crazy Rich PIK Helena Lim

Banyak pihak berspekulasi bahwa penggeledahan dilakukan di Pantai Indak Kapuk yakni di rumah Helena Lim.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kejaksaan Agung Buka Suara soal Simpang Siur Penggeledahan Rumah Crazy Rich PIK Helena Lim
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Sosialita yang kerap dijuluki Crazy Rich Ibu Kota, Helena Lim 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Kejaksaan Agung akhirnya buka suara soal simpang-siur kabar penggeledahan di rumah Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim, terkait perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

Dalam rilis Sabtu (9/3/2024) lalu, Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa penggeledahan di lakukan di dua kantor swasta dan rumah seseorang berinisial HL dengan atribusi "pihak swasta" di Jakarta.

Namun banyak pihak berspekulasi bahwa penggeledahan dilakukan di Pantai Indak Kapuk yakni di rumah Helena Lim.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Kuntadi kemudian menegaskan bahwa kabar yang beredar tersebut salah.

"Saya lihat banyak yang salah. Malah jadi tersangkalah, gitu-gitu," ujar Kuntadi, Minggu (24/3/2024) saat ditanya mengenai kebenaran informasi penggeledahan di rumah Crazy Rich PIK, Helena Lim.

Kuntadi pun mengaku tak mengetahui sosok Helena Lim.

Baca juga: Anggota Bhabinkamtibmas Kedoya Utara Mengaku Tidak Pernah Mengenal Sosok Helena Lim

Berita Rekomendasi

Namun dia juga masih enggan membeberkan sosok HL yang dimaksud.

Dia hanya membenarkan penggeledahan di rumah seseorang berinisial HL terkait perkara timah ini.

"Saya enggak tau Helena tuh siapa. Saya kalau teknisnya ini kan enggak terlalu detail. Tapi ada penggeledahan di situ. Ada penggeledahan, diceklis," katanya.

Adapun penggeledahan di rumah sosok berinisial HL dilakukan karena tim penyidik menemukan indikasi pelanggaran hukum dari penelusuran aliran uang di perkara ini.

"Ya diantaranya penelusuran aliran uang. Itu ada indikasi. Lalu kita sumbanglah. Ini kan kita ngetes apakah itu tindak pidana," ujar Kuntadi.

Kasusnya

Sebagai informasi, dalam perkara ini tim penyidik telah menetapkan 14 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.

Diantara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.

Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA).

Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.

Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.

"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).

Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas