Agak Lain, Menko PMK Malah Berharap Kasus Ribuan Mahasiswa jadi Korban TPPO ke Jerman Berakhir Damai
Diketahhui, argumentasi Muhadjir Effendy itu bertolak belakang dengan temuan Bareskrim Polri dalam pengungkapan kasus TPPO mahasiswa Indonesia ini.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Acos Abdul Qodir
"Menurut saya kalau ini bisa dilembagakan, diatur yang lebih rapi program bekerja musim libur atau summer job ini saya kira bagus untuk dijadikan bagian dari program pemagangan," pungkas Muhadjir.
Bareskrim Bongkar TPPO Mahasiswa Indonesia ke Jerman
Dittipidum Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirim mahasiswa Indonesia dengan modus program magang bernama FerienJob ke Jerman.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan para korban dikirim melalui sistem yang ilegal.
"Namun, para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Djuhandani, dalam keteranganya Rabu (19/3/2024).
Kasus ini berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program Ferienjob di Jerman.
KBRI Jerman lantas melakukan pendalaman hingga diketahui ada sekitar 33 universitas yang menggelar program Ferien Job ke Jerman.
Dalam hal ini, Djuhandani mengatakan jumlah mahasiswa yang telah diberangkatkan ke Jerman mencapai 1.047 orang. Mereka diberangkatkan tiga agen tenaga kerja di Jerman. Diberitakan, pihak Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyebut ada 93 mahasiswanya yang jadi dikirim dan jadi korban program Ferienjob ke Jerman.
Baca juga: Panglima TNI Sebut Isu WNI Jadi Tentara Bayaran di Ukraina Hoaks
Berbekal informasi itu, Dittipidum Bareskrim Polri melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan.
Kemudian ditemukan fakta bahwa mahasiswa korban TPPO modus Ferien Job ini memperoleh sosialisasi terkait program tersebut dari PT Cvgen dan PT SHB.
"Pada saat pendaftaran korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu ke rekening atas nama Cvgen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan LOA (letter of acceptance) kepada PT SHB karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," tuturnya.
Setelah LOA terbit, mahasiswa tersebut tersebut diwajibkan membayar uang senilai 200 euro ke PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) sebagai persyaratan pembuatan visa.
Kemudian, korban juga dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
"Selanjutnya para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa. Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," jelasnya.
Padahal, kontrak tersebut berisi perjanjian terkait biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman yang dibebankan kepada para mahasiswa.
Pembiayaan penginapan tersebut nantinya juga akan dipotong dari gaji yang didapatkan para mahasiswa.
Baca juga: UNJ Siapkan Langkah Hukum Terkait Kasus Penipuan Ferienjob ke Jerman
Menurut Djuhandani, para korban TPPO tersebut mengikuti program Ferien Job selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Djuhandani menyebut berdasar keterangan dari Kemendikbudristek, Ferien Job ke Jerman bukanlah bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.
Selain itu, Kemenaker juga telah menyatakan bahwa Ferien Job Jerman tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.