Kemendikbudristek Kaji Pemberian Sanksi untuk Kampus yang Terlibat TPPO Berkedok Magang
Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek, Abdul Haris, mengatakan pihaknya masih melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri terkait kasus dugaan TPPO ini
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemendikbudristek masih melakukan kajian terkait pemberian sanksi terhadap perguruan tinggi yang diduga terkait dengan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok program magang Ferien Job ke Jerman.
Tercatat ada sebanyak 33 Universitas di Indonesia mengirimkan ribuan mahasiswa untuk program magang di Jerman.
Baca juga: Penjelasan Kemendikbudristek Soal Dugaan TPPO di Program Ferienjob ke Jerman
Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek, Abdul Haris, mengatakan pihaknya masih melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri terkait kasus dugaan TPPO ini.
"Kami sedang melakukan kajian ini (sanksi), karena kami terus terang juga buat kami, mohon maaf saya juga baru (menjabat) ya. Ini kami terus lakukan koordinasi dengan Kabareskrim," ujar Abdul Haris kepasa wartawan, Selasa (26/3/2024).
Abdul Haris mengatakan kasus TPPO ini menjadi pembelajaran bagi Kemendikbudristek untuk meningkatkan pengawasan.
Pengawasan pada program yang berjalan di perguruan tinggi, kata Abdul Haris, akan ditingkatkan.
Baca juga: Kasus TPPO Mahasiswa Indonesia di Jerman Modus Magang, Ketum GMKI Sinyalir Potensi Negara Lain
"Kami menganggap ini sebagai lesson learned. Preseden ini harus menjadi pembelajaran untuk semua perguruan tinggi. Dan juga buat kami sendiri," jelasnya.
Dirinya berharap kasus serupa tak kembali terjadi dan tak ada lagi celah untuk TPPO melalui perguruan tinggi.
"Semoga kita bisa tutup celah ini, agar tak ada pemanfaatan dari orang yang tidak bertanggung jawab," pungkasnya.
Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirim mahasiswa untuk magang ke Jerman program Ferien Job.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan para korban dikirim melalui sistem yang ilegal.
"Namun, para mahasiswa dipekerjakan secara non prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Djuhandani, dalam keteranganya Rabu (19/3/2024).
Kasus ini berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program Ferien Job di Jerman.
KBRI Jerman lantas melakukan pendalaman hingga diketahui ada sekitar 33 universitas di Universitas yang menjalankan program Ferien Job ke Jerman.
Dalam hal ini, Djuhandani mengatakan jumlah mahasiswa yang telah diberangkatkan ke Jerman mencapai 1.047 orang. Mereka diberangkatkan tiga agen tenaga kerja di Jerman.
Berbekal informasi itu, Dittipidum Bareskrim Polri melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan.
Kemudian ditemukan fakta bahwa mahasiswa korban TPPO modus Ferien Job ini memperoleh sosialisasi terkait program tersebut dari PT Cvgen dan PT SHB.
"Pada saat pendaftaran korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu ke rekening atas nama Cvgen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan LOA (letter of acceptance) kepada PT SHB karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," tuturnya.
Baca juga: Agak Lain, Menko PMK Malah Berharap Kasus Ribuan Mahasiswa jadi Korban TPPO ke Jerman Berakhir Damai
Setelah LOA terbit, mahasiswa tersebut tersebut diwajibkan membayar uang senilai 200 euro ke PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) sebagai persyaratan pembuatan visa.
Kemudian, korban juga dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
"Selanjutnya para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa. Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," jelasnya.
Padahal kontrak tersebut berisi perjanjian terkait biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman yang dibebankan kepada para mahasiswa.
Pembiayaan penginapan tersebut nantinya juga akan dipotong dari gaji yang didapatkan para mahasiswa.
Menurut Djuhandani, para korban TPPO tersebut mengikuti program Ferien Job selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Djuhandani menyebut berdasar keterangan dari Kemendikbudristek, Ferien Job ke Jerman bukanlah bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.
Selain itu Kemenaker juga telah menyatakan bahwa Ferien Job Jerman tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.