5 Poin Penting UU DKJ: Status Ibu Kota, Biaya Parkir dan Pajak Hiburan hingga 75 Persen
DPR RI resmi mengesahkan Rancangan UU DKJ dimana di dalamnya diatur banyak hal termasuk soal pajak hiburan dan status ibu kota.
Penulis: Hasanudin Aco
![5 Poin Penting UU DKJ: Status Ibu Kota, Biaya Parkir dan Pajak Hiburan hingga 75 Persen](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/dpr-sahkan-uu-tentang-desa-dan-ruu-dkj_20240328_170207.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ menjadi Undang-Undang (UU).
Pengesahan dilakukan Sidang Paripurna di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (28/3/2024) kemarin.
Sebelumnya pada Senin (18/3/2024) pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyepakati RUU DKJ ini disahkan di rapat paripurna DPR.
Dari 9 fraksi di DPR RI hanya Fraksi PKS yang menolak UU DKJ yang terdiri dari dari 12 bab dan 72 pasal ini.
Berikut dirangkum Tribunnews.com lima poin penting dalam UU DKJ ini.
1. Jakarta Bukan DKI tapi DKJ
Dengan disahkannya UU ini maka Jakarta bukan lagi berstatus sebagai Daerah Khusu Ibukota atau DKI melainkan berganti nama menjadi Daerah Khusus Jakarta atau DKJ.
Pasal 2 Ayat (1) UU DK, Jakarta akan kehilangan status sebagai ibukota negara sebab ibu kota negara kini adalah Nusantara di Kalimantan.
Pasal tersebut berbunyi: "Dengan Undang-Undang ini, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diubah menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta".
Jakarta akan menjadi daerah otonom bernama Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang ibu kotanya di Jakarta Pusat.
Dengan status sebagai DKJ maka Provinsi Daerah Khusus Jakarta menjadi pusat perekonomian nasional yakni berfungsi sebagai pusat perdagangan, kegiatan layanan jasa dan keuangan, serta kegiatan bisnis nasional dan global.
2. Wilayah Aglomerasi DKJ
Dalam UU DKJ turut tertuang sinkronisasi pembangunan daerah penunjang Provinsi DKJ.
Adapun untuk melakukan sinkronisasi pembangunan daerah sekitar DKJ itu, UU mengatur perihal pembentukan Kawasan Aglomerasi.
Hal itu tertuang dalam Pasal 51 poin (1) UU tentang DKJ.
"Untuk mensinkronkan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan daerah sekitar, dibentuk Kawasan Aglomerasi," bunyi pasal dalam UU DKJ tersebut.
Sementara pada poin selanjutnya dalam pasal tersebut, dirincikan daerah mana saja yang masuk dalam kawasan aglomerasi.
Dalam UU tersebut terdapat 10 daerah mulai dari Kabupaten hingga Kota yang nantinya akan masuk dalam aglomerasi DKJ.
"Kawasan Aglomerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mencakup minimal wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi," rinci isi Pasal 51 ayat 2 dalam UU DKJ itu.
Adapun dalam Pasal 51 ayat (3) dijelaskan terkait dengan mekanisme sinkronisasi pembangunan di seluruh wilayah itu.
Dimana mekanismenya yakni dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan Pembangunan kementerian lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan kawasan aglomerasi.
Sementara itu, dalam Pasal 52 UU DKJ, nantinya sinkronisasi dokumen rencana tata ruang kawasan aglomerasi itu harus memuat fungsi ruang dan struktur ruang.
Aturan itu dibentuk, agar terjadinya pembangunan yang kawasan yang selaras anatar DKJ dengan daerah sekitarnya.
"Dokumen rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat fungsi ruang dan struktur ruang yang dapat menjamin keselarasan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan pada Kawasan Aglomerasi," tulis Pasal 52 ayat (2) UU DKJ.
3. Gubernur Dipilih Melalui Pilkada
Dalam UU DKJ disebutkan pemimpin DKJ yakni Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih oleh rakyat melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Aturan itu tertuang dalam Pasal 10 Bagian Ketiga UU tentang DKJ.
"Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah," bunyi pasal 10 ayat (1) UU tersebut.
Kemudian pada ayat (2) pasal 10 itu, tertuang kalau pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50 persen (lima puluh persen) dalam Pilkada ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
Kemudian pada ayat (3), diatur perihal adanya pelaksana Pilkada dua putaran sebagaimana aturan dalam UU Pemilu..
"Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama," bunyi ketentuan tersebut.
Sementara di ayat ke-4 Pasal 10 UU DKJ tersebut diatur perihal masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ.
"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan," bunyi ayat (4) pasal 10 UU DKJ tersebut.
4. Kewenangan Khusus DKJ
Pada Bab IV untuk urusan pemerintahan dan kewenangan khusus tercantum pada Pasal 19 ayat (2) disebutkan bahwa DKJ memiliki kewenangan khusus untuk urusan pemerintahan dan kelembagaan.
Selanjutnya di ayat (3) dijelaskan kewenangan khusus urusan pemerintahan mencakup:
a. pekerjaan umum dan penataan ruang;
b. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
c. penanaman modal;
d. perhubungan;
e. lingkungan hidup;
f. perindustrian;
g. pariwisata dan ekonomi kreatif;
h. perdagangan;
i. pendidikan;
j. kesehatan;
k. kebudayaan;
l. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
m. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
n. kelautan dan perikanan; dan
o. ketenagakerjaan.
Sementara kewenangan khusus kelembagaan mencakup penetapan susunan organisasi dan tata kerja
pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
5. Pendapatan DKJ Pajak Dll
Adapun kewenangan khusus di bidang keuangan daerah yang dimiliki UU DKJ diatur dalam Pasal 40.
Dalam rangka pengelolaan pendapatan daerah, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dapat
meminta informasi penetapan dana bagi hasil yang menjadi pendapatan Provinsi Daerah Khusus Jakarta
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Sementara di Pasal 41 disebutkan :
(1) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dapat menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu
berupa:
a. jasa parkir paling tinggi 25 persen (dua puluh lima persen); dan
b. jasa hiburan tertentu paling rendah 25 persen (dua puluh lima persen) dan paling tinggi 75 persen (tujuh
puluh lima persen).
(2) Tata cara pemungutan pajak atas barang dan jasa tertentu sebagaimana dimaksud
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 42 disebutkan :
(1) Provinsi Daerah Khusus Jakarta dapat memperoleh pendapatan yang bersumber dari
jenis retribusi perizinan tertentu pada kegiatan pemanfaatan ruang.
(2) Jenis pelayanan dari retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kontribusi pembangunan gedung;
b. kontribusi insentif pemanfaatan ruang atas pembangunan gedung; dan
c. dana oleh penyedia rumah susun komersial yang menjadi kewajiban pengembang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.