Kemendikbudristek Beri Klarifikasi soal Polemik Pramuka Tak Lagi Wajib Bagi Siswa di Sekolah
Kemendikbudristek memastikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib disediakan oleh satuan pendidikan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Risetk dan Teknologi (Kemendikbudristek) memastikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib disediakan oleh satuan pendidikan.
Hal itu menjawab polemik soal pramuka kini tidak wajib lagi sebagai ekstrakurikuler bagi siswa di sekolah.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo mengatakan setiap sekolah hingga jenjang pendidikan menengah wajib menyediakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka.
Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah mewajibkan sekolah menyelenggarakan minimal satu ekstrakurikuler.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka juga mewajibkan satuan pendidikan untuk memiliki gugus depan.
"Permendikbudristek 12/2024 tidak mengubah ketentuan bahwa Pramuka adalah ekstrakurikuler yang wajib disediakan sekolah. Sekolah tetap wajib menyediakan setidaknya satu kegiatan ekstrakurikuler, yaitu Pramuka,” ujar Anindito melalui keterangan tertulis, Senin (1/4/2024).
Baca juga: Pramuka Tak Lagi Wajib di Sekolah, Kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim Dinilai di Luar Nalar
Anindito mengungkapkan sejak awal Kemendikbudristek tidak memiliki gagasan untuk meniadakan Pramuka.
Menurutnya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 justru menguatkan peraturan perundangan dalam menempatkan pentingnya kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan.
Dalam praktiknya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian Pendidikan Kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan, menjadi tidak wajib.
Namun demikian, jika satuan pendidikan akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan, maka tetap diperbolehkan.
Selain itu, keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler juga bersifat sukarela.
"UU 12/2010 menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Sejalan dengan hal itu, Permendikbudristek 12/2024 mengatur bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela," tutur Anindito.
Lebih lanjut, Anindito menjelaskan, Pendidikan Kepramukaan dalam Sistem Pendidikan Nasional diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup.
Dengan seluruh pertimbangan tersebut, setiap peserta didik berhak ikut serta dalam Pendidikan Kepramukaan.
Sebagai informasi, Pendidikan Kepramukaan sendiri merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib dalam Kurikulum 2013. Pendidikan Kepramukaan memiliki tiga model, yakni Blok, Aktualisasi, dan Reguler.
Model Blok merupakan kegiatan wajib dalam bentuk perkemahan yang dilaksanakan setahun sekali dan diberikan penilaian umum.
Model Aktualisasi merupakan kegiatan wajib dalam bentuk penerapan sikap dan keterampilan yang dipelajari di dalam kelas yang dilaksanakan dalam kegiatan Kepramukaan secara rutin, terjadwal, dan diberikan penilaian formal.
Adapun Model Reguler merupakan kegiatan sukarela berbasis minat peserta didik yang dilaksanakan di gugus depan.
Kemendikbudristek memastikan akan memperjelas ketentuan teknis mengenai ekstrakurikuler Pramuka dalam Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka yang akan terbit sebelum tahun ajaran baru.
"Pada intinya setiap sekolah tetap wajib menawarkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler. Ketentuan ini tidak berubah dari kurikulum sebelumnya," pungkas Anindito.
Kebijakan Kebablalasan
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai langkah itu dinilai kebablasan mengingat Pramuka merupakan paket komplit yang berperan penting dalam pembentukan karakter pelajar Pancasila.
Menurutnya, kebijakan penghapusan pramuka sebagai eskul merupakan kebijakan yang kebablasan.
“Kebijakan penghapusan Pramuka sebagai eskul wajib bagi kami kebablasan. Pramuka selama ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, cinta alam, kepemimpinan, hingga keorganisasian bagi peserta didik. Kegiatan kepanduan ini juga telah berkontribusi bagi ternanamnya rasa cinta air yang menjadi karakter khas pelajar Pancasila,” ujar Syaiful Huda kepada wartawan, Senin (1/4/2024).
Huda mengatakan menjadikan kegiatan ekstrakulikuler termasuk Pramuka sebagai kegiatan sukarela bagi peserta didik bisa jadi kebijakan terbaik.
Kendati demikian, kata dia, Nadiem Makariem harusnya memahami bahwa tidak semua peserta didik maupun wali murid yang mempunyai preferensi cukup untuk memilih kegiatan eskul sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Jangan semua dibayangkan peserta didik kita semua ada di kota-kota besar yang mempunyai akses informasi cukup untuk memahami kebutuhan pengembangan diri mereka. Bagaimana dengan peserta didik yang ada di pelosok nusantara. Bisa jadi mereka akan memilih tidak ikut eskul karena hanya bersifat sukarela,” ujarnya.
Huda menilai klausul adanya kegiatan eskul bersifat wajib merupakan tindakan afirmasi. Dengan adanya kewajiban ini maka penyelenggara sekolah, peserta didik, maupun tenaga pendidik mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakannya.
“Dan dipilihnya Pramuka sebagai eskul wajib tentu mempunyai alasan dan dasar hukum jelas. Di mana Pramuka secara historis telah terbukti sebagai kegiatan yang efektif dalam menanamkan rasa cinta tanah air, mengajarkan semangat kemandirian dan kebersamaan, sekaligus melatih kepemimpinan dan organisasi. Negara juga mengakui arti penting Pramuka dengan melahirkan UU Nomor 12/2010 tentang Gerakan Pramuka,” katanya.
Politisi PKB ini menegaskan bahwa saat ini Pramuka masih layak dijadikan eskul wajib di sekolah. Hal ini seusai dengan kaidah fiqih dar'ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih atau menghindari keburukan harus lebih didahulukan daripada mengejar kebaikan.
“Anda bisa bayangkan potensi negatif apa yang terjadi saat tidak ada kewajiban bagi peserta didik untuk memilih salah satu pun eskul yang ditawarkan sekolah karena bersifat sukarela. Apalagi saat ini penetrasi medsos begitu luar biasa yang membuat mayoritas generasi kita lebih suka rebahan dan suka happy-happy sebagai bagian jati diri,” pungkasnya.