Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peluang Anies dan Ganjar Menang di MK Menurut 4 Pakar Hukum Tata Negara dan Ahli Politik

Peluang Anies dan Ganjar menangkan gugatan Pilpres 2024 menurut analisis pakar hukum tata negara dan pakah hukum.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Peluang Anies dan Ganjar Menang di MK Menurut 4 Pakar Hukum Tata Negara dan Ahli Politik
Kolase/Tribunnews/Jeprima
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 Anies Baswdan dan Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menghadiri sidang perdana permohonan perkara PHPU di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan (penyampaian permohonan pemohon). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden mengajukan gugatan hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Keduanya adalah paslon nomor urut 01 Anies-Muhaimin dan paslon nomor urut 03 Ganjar-Mahfud.

Mereka menganggap kemenangan paslon 03 Prabowo-Gibran curang dan berharap didiskualifikasi serta mengingingkan Pilpres ulang yang hanya akan diikuti 01 dan 03.

Lalu bagaimana peluang Anies dan Ganjar memenangkan gugatannya di MK? 

Berikut dirangkum Tribunnews.com, Selasa (2/4/2024), analisis sejumlah pakar politik dan hukum:

Nyaris Mustahil

Pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai memenangkan sengketa pemilihan presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah hal yang nyaris mustahil.

Berita Rekomendasi

Ia bahkan menyebut itu dengan istilah mendiang pelawak senior Asmuni dalam Srimulat.

"Kalau dari hitung-hitungan sangat kecil, mungkin kalau dalam bahasanya Pak Asmuni dalam Srimulat adalah "hil yang mustahal" untuk memenangkan," katanya dalam Obrolan Newsroom Kompas.com, Senin (19/3/2024).

Karena menurut Umam, memenangkan sengketa pilpres di MK harus membuktikan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif di 50 persen provinsi di Indonesia.

"50 persen itu nggak mudah, kalau kemudian ada Kapolda yang siap secara sukarela menjadi saksi kubu 03, ini kalkulasinya seperti apa?" tutur Umam.

Namun Umam menilai, bersengketa pilpres di MK bukan soal kalah dan menang.


Perjuangan para capres yang akan menggugat nanti lebih untuk membangun gerakan politik dan memperlihatkan kecacatan demokrasi yang harus dievaluasi.

Sejak 2004 Tak Ada yang Menang di MK

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan, hampir mustahil ada kontestan yang mampu memenangkan gugatan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Buktinya, kata pria yang akrab disapa Uceng itu, sejak 2004 pihak yang kalah dalam pilpres selalu kalah ketika mengajukan gugatan ke MK.

Menurut Uceng, ada tiga alasan yang membuat gugatan pilpres di MK sulit menang.

Pertama, terkait proses pembuktian yang sulit dilakukan karena batasan waktu.

"Proses pembuktian rasanya kayak Bandung Bondowoso lah, mau bangun 1000 candi dalam 1 malam, nyaris mustahil pembuktian itu," kata Uceng dikutip dari Kompas.com beberapa waktu lalu.

Uceng menjelaskan, misalnya ketika ada kontestan yang menggugat ke MK karena merasa dicurangi sebanyak 9 juta suara di wilayah tertentu.

Dengan tuduhan itu, maka kontestan yang menggugat harus membuktikan dari kurang lebih 30.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Pembuktian berapa hari? Kasus 2019 itu proses pembuktian hanya dikasih berapa hari dan hanya menghadirkan berapa saksi dan ahli, yang mau dibuktikan berapa puluh juta (suara)," ucapnya.

Kedua, lanjut Uceng, mengenai logika Hakim MK. Uceng menyebut logika hakim MK dinilai masih menitikberatkan kecurangan pilpres pada perhitungan angka.

Menurutnya, ketika kecurangan pilpres hanya dilihat dari perhitungan angka, kemungkinan besar gugatan terkait sengketa pemilu tidak akan banyak membuahkan hasil.

Ia memaparkan misalnya ketika salah satu kontestan mampu membuktikan kecurangan yang terjadi dengan sejumlah angka tertentu, tapi angka itu tidak mengubah hasil pemenangnya, maka tak akan ada perubahan apa pun.

"Yang ketiga, belakangan dihadirkan TSM (kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif) bahwa Bawaslu memegang fungsi TSM, sering kali nanti perdebatannya, bahkan yakin kalau ada orang bawa ini ke MK, nanti pengacara 02 akan bilang "kan ada Bawaslu" ke sana dulu. Putusan 2019 gitu," tutur dia.

Namun demikian, Uceng menilai gugatan pilpres kemungkinan bisa dimenangkan jika para Hakim MK bisa memiliki lompatan berpikir dengan melihat kecurangan pemilu tidak hanya dari sekadar angka dan hasil perolehan suara.

"Dibutuhkan hakim yang lompatan berpikirnya itu harus kuat. Dengan konfigurasi MK seperti sekarang, saya tidak terlalu yakin," kata Uceng.

Peluangnya Kecil

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga beri penilaian soal gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Jamiluddin Ritonga, ia menilai bahwa peluang menang gugatan Pilpres 2024 ke MK sangat-sangat kecil.

Pada Jumat (22/3/2024), kabar itu disampaikan M. Jamiluddin Ritonga kepada wartawan.

Jamiluddin memberikan dua alasan mendasar terkait penilaiannya.

Alasan yang pertama, Jamiluddin mengatakan bahwa MK selama ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sehingga MK kerap disebut mahkamah kalkulator.

Dengan pendekatan seperti itu tentu, sangat sulit bahkan impossible bagi pasangan Amin dan Ganjar-Mahfud untuk menunjukkan bukti kecurangan.

Sebab, pasangan Anies-Imin harus bisa membuktikan selisih suaranya dengan Prabowo-Gibran yang hampir 46 juta.

Sementara pasangan Ganjar-Mahfud harus bisa menunjukkan selisih suara dengan Prabowo-Gibran sekira 69 juta.

"Sementara pasangan Ganjar-Mahfud harus bisa menunjukkan selisih suara dengan Prabowo-Gibran sekitar 69 juta," kata Jamiluddin kepada wartawan Jumat (22/3/2024).

Kemudian, alasan kedua, upaya menggugat dengan tuduhan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), tampaknya juga akan ditolak MK.

Sebab, pendekatan itu dirasa lebih ke kualitatif, yang tidak sejalan dengan pendekatan kuantitatif yang digunakan MK selama ini.

Meskipun ada upaya menunjukkan pelanggaran TSM, maka peluangnya juga sangat kecil, hanya pada wilayah terjadinya TSM saja.

"Kemungkinannya MK hanya memutuskan pemilihan ulang di wilayah yang terjadi pelanggaran TSM. Namun kemungkinan itu sangat kecil dan tidak akan menganulir hasil pilpres yang diumumkan KPU," ucapnya.

Sehingga, menurut Jamiluddin, peluang untuk menganulir hasil Pilpres 2024 adalah impossible alias tidak mungkin.

Dan pasangan Prabowo-Gibran tampaknya tinggal menunggu pelantikan pada 20 Oktober 2024 mendatang.

"Jadi, peluang untuk menganulir hasil pilpres 2024 tampaknya impossible. Pasangan Prabowo-Gibran tampaknya tinggal menunggu pelantikan pada 20 Oktober 2024," tandasnya.

Tidak Mustahil

Anies dan Ganjar dinilai punya peluang cukup besar memenangi sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi.

Permintaan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud supaya MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan mendiskualifikasi cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, tidaklah mustahil dikabulkan.

“Mestinya memang ada upaya untuk membenahi pemilu lewat putusan MK dengan mendiskualifikasi orang-orang yang bermasalah, termasuk cawapres,” kata pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari dikutip dari Warta Kota.

Dugaan pelanggaran tersebut dimulai sejak sebelum masa pendaftaran pilpres, yang ditunjukkan dengan Putusan MK 90 Tahun 2023 tentang perubahan syarat usia capres-cawapres.

Kekuasaan negara yang disalahgunakan itu, kata Feri, juga memengaruhi, bahkan mengintimidasi publik agar menciptakan hasil yang tidak sesuai dengan asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu yang baik.

“Karena bentuk-bentuk kecurangan itu sudah dijelaskan, bukan tidak mungkin akan potensial mengubah sesuatu. Oleh karena itu kubu 02 ya harus bersiap,” ujarnya seperti dilansir Kompas.com.

Feri meyakini, MK bisa saja mendiskualifikasi peserta pilpres. Sebab, pada putusan-putusan terdahulu, Mahkamah pernah mendiskualifikasi peserta pemilihan kepala daerah (pilkada).

“Karena pilkada dan pemilu presiden itu satu rezim, artinya juga sama cara pandangnya, bisa didiskualifikasi,” katanya.

Feri berpandangan, permintaan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud untuk mendiskualifikasi Gibran belum terlambat. Sebab, meski hasil Pilpres 2024 telah ditetapkan, rangkaian tahapan pemilihan belum selesai.

Pilpres baru dinyatakan tuntas ketika presiden dan wakil presiden terpilih dilantik pada 20 Oktober 2024.

“Karena ini dianggap satu rangkaian dari sebuah kecurangan terkait hasil, maka tentu harus ditunggu dulu proses selesai,” kata Feri.

Sumber; Tribunnews.com/Kompas.com/Warta Kota

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas