Anggota Komisi VII DPR Desak Kejaksaan Agung Tangkap Aktor Utama Kasus Korupsi PT Timah
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto, mengapresiasi kerja Kejaksaan Agung RI membongkar kasus korupsi PT. Timah
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto, mengapresiasi kerja Kejaksaan Agung RI membongkar kasus korupsi PT Timah yang merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Menurut Mulyanto, Kejaksaan Agung harus terus mengusut semua pihak yang terlibat dan jangan berhenti pada aktor lapangan saja.
Melihat besaran jumlah kerugian negara yang dihasilkan, Mulyanto yakin kasus ini melibatkan orang besar dan orang penting yang punya jabatan penting di pemerintah.
Sebab tidak mungkin kejahatan korporasi seperti ini bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa diketahui pejabat berwenang.
"Karena itu Komisi VII DPR RI akan mendukung upaya Kejaksaan Agung menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Kami juga akan panggil pihak-pihak terkait di Kementerian ESDM dan BUMN Pertambangan untuk meminta penjelasan terkait persoalan tersebut," kata Mulyanto, kepada wartawan Selasa (2/4/2024).
Mulyanto menambahkan, terbongkarnya kasus ini menambah ironi pengelolaan SDA di Indonesia.
Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih belum pulih karena Covid-19, para pesohor dan selebriti justru malah menampilkan kehidupan mewah bergelimang harta, yang ternyata diduga berasal dari hasil korupsi uang negara milik rakyat.
"Ini sungguh sangat mengusik rasa keadilan kita," ujarnya.
Mulyanto mensinyalir kasus korupsi yang terstruktur, sistematik dan massif (TSM) ini melibatkan jaringan mafia minerba besar.
Aktor korupsinya bukan sekedar individu-personal tetapi bersifat korporasi-organisasional. Dan ini telah terjadi selama bertahun-tahun, baik pada komoditas batubara, nikel dan sekarang timah.
"Bayangkan berapa banyak kekayaan ibu pertiwi yang dihisap para koruptor kakap ini," kata Mulyanto.
"Sementara Pemerintah sudah mati rasa dan tidak peduli. Terbukti Satgas Tambang Ilegal yang sudah didesakkan berbagai pihak belum juga terbentuk, apalagi bekerja secara TSM juga," lanjutnya.
Penyebabnya, menurut Mulyanto, sangat jelas karena beking mafia tambang ini terlalu kuat, apalagi usia Pemerintahan yang ada sekarang tinggal seumur jagung.
Fakta ini sekaligus membuktikan, bahwa sistem ekonomi sumber daya tambang kita masih bersifat ekstraktif, yang hanya menguntungkan segelintir orang kaya dan berkuasa, serta memiskinkan masyarakat banyak.
Karena itu Mulyanto mendesak Pemerintahan yang akan datang menjadikan masalah ini sebagai pekerjaan rumah super prioritas, yang dibuktikan di 100 hari kerja pertama mereka.
"Pemerintah yang akan datang harus bisa membuktikan diri, bahwa mereka tidak kalah dari mafia tambang dan para bekingnya," tandasnya.
Baca juga: SOSOK Robert Bonosusatya alias RBS Terduga Aktor Intelektual Mega Korupsi Timah Rp 271 Triliun
Sebelumnya, perkara dugaan korupsi tata niaga timah baru-baru ini menyeret suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, Harvey Moeis terseret terkait posisinya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), salah satu perusahaan pertambangan asal Bangka.
Harvey ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Rabu (27/3/2024).
Sehari sebelumnya, Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim ditetapkan tersangka dalam perkara yang sama.
Helena dijadikan tersangka terkait posisinya sebagai Maanajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang mengelola dana corporate social responsibility (CSR) dari hasil penambangan liar yang diakomodir Harvey Moeis.
Namun dalam hal ini, Harvey Moeis dan Helena Lim diduga bukanlah ujung tombak dari pihak yang menikmati hasil korupsi.
16 Tersangka
Sebagai informasi, dalam perkara ini tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Li; dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.
Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Baca juga: Rolls Royce B 1 SDW, Kado dari Harvey Moeis untuk Sandra Dewi yang Disita Tunggak Pajak Rp 101 Juta
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.