Tomy Winata Pernah Miliki Refine Bangka Tin, Perusahaan yang Terseret Kasus Korupsi Timah
Ternyata, Tomy Winata pernah memiliki keterkaitan dengan PT RBT, perusahaan yang terseret kasus korupsi di PT Timah.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Fakta terungkap terkait kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Timah Tbk 2015-2022.
Adapun fakta yang dimaksud yaitu ternyata salah satu perusahaan yang terseret dalam kasus ini yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT) pernah dimiliki oleh salah satu anggota '9 Naga' yaitu Tomy Winata.
Sebagai informasi, sebutan 9 Naga merujuk pada sembilan pengusaha kaya dan pemilik bisnis terbesar di Indonesia.
Salah satu anggotannya adalah Tomy Winata yaitu pemilik Artha Graha Network yang mana perusahaan tersebut bergerak di bidang perbankan, properti, dan infrastruktur.
Sebenarnya, dikutip dari pemberitaan Kontan pada 15 Agustus 2017, berakhirnya hubungan antara Tommy Winata dan PT RBT terjadi pada Agustus 2016.
Pada saat itu, keputusan berakhirnya hubungan itu lantaran Arta Graha Network, perusahaan milik Tomy sudah enggan untuk berbisnis di sektor pertambangan khususnya timah.
Selain itu, pada 2016, Artha Graha Network juga telah memutuskan untuk menjaga lingkungan dengan mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perubahan Iklim (UNFCCC).
Hal ini sempat disampaikan Direktur Pengembangan RBT yang kini juga menjadi tersangka korupsi PT Timah, Reza Andriansyah.
Baca juga: MAKI Sebut Banyak Pihak Ingin Masuk Bisnis Timah, Termasuk Penegak Hukum Agar Jabatan Moncer
Saat itu, Reza mengungkapkan PT RBT yang beroperasi di Bangka Belitung itu dimiliki oleh konsorsium pengusaha yang enggan disebutkan namanya.
"Saat ini yang pegang RBT itu pengusaha dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda. Ada kontraktor dan trader timah," terangnya tanpa ingin memberi tahu berapa nilai penjualan RBT ini di Bangka Belitung," katanya.
Namun, berdasarkan penelusuran Kontan, salah satu anggota konsorsium yang membeli PT RBT adalah Robert Bonosunasatya.
PT RBT Sempat Ditutup demi Dukung Kebijakan Lingkungan Jokowi
Di sisi lain, saat Artha Graha Network memutuskan tidak berkecimpung di dunia bisnis tambang lagi, PT RBT sempat ditutup pada tahun 2016.
Langkah ini diambil untuk mendukung kebijakan Jokowi kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perubahan Iklim (UNFCCC).
Hal ini disampaikan sendiri oleh Tomy Winata dengan menyebut penutupan ini juga telah melalui persetujuan dengan para pemegang saham.
"Semua pemegang saham Indonesia dan mitranya di Singapura telah sepakat untuk menghentikan operasi. Kawasan itu akan dijadikan area konservasi," kata Tommy dikutip dari laman Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Permurnian Indonesia (AP3I), Minggu (7/4/2024).
Tomy mengungkapkan seharusnya kawasan yang memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT RBT diperuntukan untuk kawasan konversi.
"Kawasan itu akan dijadikan area konservasi, kilang tidak akan dijual, peralatan-peralatan akan dihancurkan," ujarnya.
Di sisi lain, kata Tomy, penutupan ini juga menjadi wujud tidak terpenuhinya tingkat ramah lingkungan di kawasan IUP PT RBT di Bangka Belitung.
"Ini yang bisa saya sampaikan: RBT adalah bagian dari Artha Graha Network. Beberapa kali, laporan audit menyatakan bahwa tingkat ramah lingkungan di sana tidak mencapai apa yang saya harapkan,” tutur Tomy.
PT RBT Miliki Keterkaitan dengan Harvey Moeis dalam Kasus Korupsi PT Timah
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menjelaskan PT RBT memiliki kaitan dengan salah satu tersangka dalam kasus ini yaitu suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Adapun peran dari Harvey adalah sebagai perpanjangan tangan dari PT RBT dalam kasus ini.
Dia berperan untuk memuluskan kegiatan pertambangan yang diduga ilegal dengan seolah-olah telah menyewa jasa peleburan ke PT Timah Tbk.
Kemudian, Harvey menghubungi beberapa perusahaan smelter untuk ikut dalam kegiatan ilegal itu yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN.
Lantas, Harvey meminta perusahaan smelter menyisihkan keuntungan yang dihasilkan dengan dalih untuk dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Sementara Harvey bekerjasama dengan tersangka lainnya yaitu crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena LIm selaku manajer dari PT QSE.
Adapun Helena memberikan bantuan berupa pengelolaan hasil tindak pidana penyewaan peralatan peleburan timah.
"Adapun kasus posisi yang bersangkutan, bahwa yang bersangkutan selaku manager PT QSE diduga kuat telah memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana kerjasama penyewaan peralatan processing peleburan timah di mana yang bersangkutan memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi dalam konferensi pers pada Rabu (27/3/2024) lalu.
Sebagian artikel telah tayang di Kontan dengan judul "Refined Bangka Tin bukan lagi punya Tomy Winata"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kontan/Pratama Guitarra)
Artikel lain terkait Korupsi di PT Timah