Polemik Putusan MKMK Terhadap Anwar Usman, Gugatan ke PTUN Melanggar Etik? Ini Kata Praktisi Hukum
Anwar Usman kembali diputus melanggar kode etik MK karena mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang mendasari pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MKMK) terus berlanjut.
Bahkan Anwar Usman kembali diputus melanggar kode etik MK karena mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hal itu juga memantik perdebatan dan tanggapan, baik dari pro hingga kontra.
Baca juga: Ketua Bidang Hukum PB HMI Sebut MKMK Mengkebiri Hak Konstitusi Anwar Usman
Praktisi hukum Tri Alvian mengkritik putusan MKMK karena dinilai membatasi hak seseorang membela diri atas perkara yang dihadapinya.
"Saya melihatnya ada tendensi politis, karena pernyataan seseorang di depan media tidaklah dapat dianggap sebagai melanggar kode etik hakim," katanya, Minggu (8/4/2024).
Menurut dia negara memberikan jaminan atas hak hukum setiap warga negara seperti pengajuan gugatan di pengadilan untuk menjamin hak atas akses dalam mendapatkan keadilannya.
"Apakah melakukan gugatan ke PTUN atas nama ketidakadilan dapat dianggap melanggar etik ? Tentu tidak, karena setiap warga negara berhak untuk mengejar keadilan dari proses sewenang-wenangan yang dilakukan oleh putusan MKMK yang notabenenya adalah organ administratif," lanjutnya.
Seperti diketahui, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi teguran tertulis ke hakim konstitusi Anwar Usman terkait jumpa pers dan gugatan ke PTUN usai dirinya dicopot sebagai Ketua MK.
Sikap Anwar Usman yang menggugat putusan MKMK ke PTUN dinilai mencoreng wibawa Mahkamah Konstitusi.
MKMK menilai seharusnya Anwar Usman menunjukkan sikap legawa dan menerima putusan majelis kehormatan atas pencopotan dirinya.
Baca juga: 2 Pelanggaran Etik Baru Anwar Usman, Tak Terima Putusan MKMK, Gugat Ketua MK Penggantinya ke PTUN
"Majelis kehormatan menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan hakim terlapor, baik secara tersirat maupun tersurat, menunjukkan gelagat dan sikap bahwa hakim terlapor tidak dapat menerima putusan majelis kehormatan No 2/MKMK/L/2023," ujar Yuliandri selaku anggota MKMK dalam sidang, Kamis (28/3).
"Pokok pernyataan yang disampaikan hakim terlapor merupakan sanggahan dan bantahan atas proses maupun isi putusan majelis kehormatan termasuk bentuk sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Sikap tidak dapat menerima putusan majelis kehormatan tersebut, setidaknya tercermin dalam beberapa pernyataan saat jumpa pers."