2716 Calon Dokter Spesialis Alami Gejala Depresi, JDN Singgung Soal PPDS yang Tidak Digaji
Indonesia adalah satu-satu negara di dunia yang tidak memberikan gaji kepada para PPDS.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil skrining yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 12 ribu mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), tunjukkan ada 2.716 orang alami gejala depresi.
Terkait hal ini, Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr. Tommy Dharmawan, Sp.BTKV, Ph.D singgung bahwa di Indonesia adalah satu-satu negara di dunia yang tidak memberikan gaji kepada para PPDS.
"Padahal di dalam UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013, sudah dicantumkan bahwa pemerintah wajib memberikan gaji untuk para PPDS. Tetapi sayang sekali hanya di Indonesia saja saat ini, negara yang tidak memberikan gaji untuk PPDS," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Jumat (19/4/2024).
Menurut Tommy, memberikan gaji untuk peserta PPDS sangat penting.
Karena memang peserta PPDS ada direntang usia dewasa.
Baca juga: IDI Dorong Pemberian Insentif Peserta PPDS untuk Turunkan Angka Depresi Calon Dokter Spesialis
"Di mana mereka usia 30-35 tahun, sudah berkeluarga atau dewasa di dalam keluarga, sehingga, memang mereka membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari," jelasnya.
Biaya ini bisa saja untuk mengobati anak yang sakit, kebutuhan sehari-hari hingga pendidikan anak.
Gaji PPDS di Negara Tetangga
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Moh. Adib Khumaidi ungkap berapa gaji peserta PPDS di negara tetangga.
"Di Singapura untuk PPDS digaji sekitar 2.650 Singapore dollar (sekitar Rp31,6 juta) tetapi itu kan negara maju," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Jumat (19/4/2024).
"Mungkin ada negara lain yang bisa dijadikan patokan sebagai negara berkembang, seperti Malaysia, sekitar Rp 15 juta. Tetapi Indonesia tentu punya kearifan lokal sendiri soal berapa yang bisa diberikan,” tambah Adib.
Menurutnya situasi PPDS yang tidak digaji sungguh disayangkan, sehingga selain masala depresi, isu kesejahteraan dokter atau PPDS harus dimunculkan.
"Karena memang rakyat melihat para dokter berkecukupan. Sehingga untuk apa lah digaji, sudah cukup kemampuan keuangannya. Padahal tidak bisa begitu," sambung Adib.
Di dalam UU Pendidikan Kedokteran sudah tertera jika PPDS harus digaji.
Jika tidak, ini menjadi sumber depresi karena kalau tidak uang, bagaimana bisa hidup.
"Akhirnya bisa jadi poin untuk bullying kepada junior (juga). Sebagai rekomendasi, Kemenkes dan RS vertikal memberikan gaji untuk PPDS," tutupnya.