Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Refly Harun: Kita Dibohongi Empat Menteri Soal Pembagian Bansos

Refly mengungkapkan, pembuktian tentang penyaluran bansos El Nino yang melanggar konstitusi telah disampaikan Tim Kuasa Hukum Anis-Muhaimin

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Erik S
zoom-in Refly Harun: Kita Dibohongi Empat Menteri Soal Pembagian Bansos
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengklaim kebijakan pembagian bantuan sosial (bansos) El Nino melanggar hukum dan konstitusi negara.   

Laporan Wartawan Tribunnews, Malvyandi Haryadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengklaim kebijakan pembagian bantuan sosial (bansos) El Nino melanggar hukum dan konstitusi negara.  

Menurut Refly, jika mendengar keterangan 4 menteri Kabinet Indonesia Maju dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK), terkesan bahwa pembagian Bansos El Nino sudah sesuai dengan peraturan dan kebijakan anggaran.

Keempat menteri yang memberi keterangan terkait bansos pada  sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.

Baca juga: Refly Harun: Pemerintah Perpanjang Bansos El Nino Saat Pemilu, Jelas Berkaitan dengan Pilpres 2024

 "Soal bansos, kita ditipu oleh para menteri, yang empat itu. Seolah-olah everything is ok, tapi setelah kita kulik-kulik waduh ada pelanggaran hukum bahkan konstitusi," kata Refly, dikutip dari acara podcast yang dipantau Jumat (19/4/2024).

Dia mengungkapkan, pembuktian tentang penyaluran bansos El Nino yang melanggar peraturan dan konstitusi telah disampaikan Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, dalam kesimpulan perkara PHPU kepada MK, pada 16 April 2024.

Dalam kesimpulan, tim hukum Paslon 1 mencatat ada pendapat yang berbeda antara Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait Bantuan Sosial.  

Berita Rekomendasi

Sri Mulyani menyebut bansos El Nino adalah bagian dari perlindungan sosial (Perlinsos) yang dananya sebesar Rp 496,8 triliun di APBN. Tapi ada yang namanya automatic adjustment senilai 5 persen yang dipotong pada Januari 2024 dari anggaran Kementerian/Lembaga yang nilainya triliun.

"Bayangkan tahun anggarannya baru dimulai langsung ada pemotongan. Biasanya pemotongan dilakukan karena Realisasi Pendapatan di bawah target, agar APBN tetap bisa dipertahankan, ini enggak," ujar Refly yang juga  Juru Bicara Paslon 1.

Selain itu, Sri Mulyani menyebut anggaran Kementerian/Lembaga yang dipotong 5% dan uangnya menjadi triliunan itu bukan untuk Bansos, tetapi lini masa berita-berita yang disertakan dalam kesimpulan Tim Hukum Paslon 1 menunjukkan Airlangga Hartato mengatakan itu untuk Bansos.

Terkait dengan pelanggaran hukum dari Bansos El Nino, Refly mengungkapkan, APBN 2024 disahkan pada bulan September 2023, tetapi kebijakan untuk perpanjangan Bansos El Nino dicapai pada bulan November 2023, dan tidak tanggung-tanggung dari Januari-Juni 2024.

Baca juga: Refly Harun Optimis Gibran Bakal Didiskualifikasi, Kubu Anies dan Ganjar Dinilai Menangkan Dalil

"Kenapa Juni, karena ada putaran kedua Pilpres, saya ngomong apa adanya, makanya kemudian dipatok Juni. Perpanjangan 6 bulan tersebut tidak sesuai dengan APBN," ungkap Refly.

Dia mengutip keterangan sanksi ahli Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) dalam sidang PHPU yang menyebut perpanjangan Bansos selama 6 bulan melanggar tidak hanya hukum tapi juga konstitusi.

"Karena pengajuan perpanjangan Bansos seharusnya dengan persetujuan DPR. Rupanya pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini, tidak lazim lagi yang namanya APBN-P (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan), bikin aja Peraturan Presiden untuk mengubah nomenklatur di APBN dan DPR-nya diam saja," tutur Refly.

Dia mengungkapkan, kebijakan menggunakan Perpres untuk mengubah alokasi APBN diberikan kepada eksekutif melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020, namun hal itu dengan pertimbangan situasi pandemi Covid-19.

Baca juga: Sosok 2 Ahli Prabowo-Gibran yang Diragukan Independensinya oleh Refly Harun di Sidang MK

"Saat Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dikeluarkan, DPR memberikan kewenangan kepada eksekutif untuk mengubah APBN terkait kondisi pandemi, tapi ternyata praktik tersebut tetap dilakukan eksekutif meskipun pandemi Covid-19 sudah berakhir. Nah, ini melanggar," kata Refly.

Pembagian BLT

Tak hanya bansos dalam bentuk beras, Refly juga menyoroti pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 200.000 per bulan mulai Januari-Maret 2024, yang dicairkan sekaligus pada Februari 2024 menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2024.

"Biasanya anggaran kalau dirapel itu di awal atau di akhir, tapi pencairan BLT pada bulan Februari, jadi di tengah, waktunya menjelang pencoblosan. Nah timing-nya ini yang mempengaruhi elektabilitas," ujar Refly.  

Dia mengutip pendapat ahli, Vid Adrison, yang mengatakan pertumbuhan ekonomi tidak meningkatkan elektabilitas. Berdasarkan ekonometri, disebut yang bisa meningkatkan elektabilitas adalah kemiskinan.

Semakin miskin atau semakin kecil pendapatan penduduk, maka Bansos itu makin besar pengaruhnya atas dukungan masyarakat kepada presiden, termasuk paslon yang didukung presiden.

Baca juga: Refly Harun Ragukan Independensi 2 Ahli Prabowo-Gibran di Sidang MK: Sering Wakili 02 di Televisi

"Kan orang dikasihkan bantuan Rp 600.000. Coba bayangkan kalau rakyat yang pendapatannya saja tidak ada dan menjelang Pemilu dikasih Rp 600.000 gimana pengaruhnya, itu yang kita garis bawahi dalam kesimpulan," ungkap Refly.

Dia menambahkan, pembagian Bansos juga menjadi alat pendorong untuk memuluskan upaya kemenangan Paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menang Pilpres 2024 dalam 1 putaran.

Meskipun Menko PMK  Muhadjir Effendy, menyebut tidak ada perintah macam-macam dari dari Presiden Jokowi terkait penyaluran bansos, tapi melalui pemberitaan bahkan cuplikan video berita yang beredar di publik, Jokowi mengatakan lebih baik pemilu satu putaran saja biar duitnya hemat.

"Ya memang bansos bukan dari duit Jokowi, tapi kan kalau enggak ada tanda tangan dia, juga Perpres begini dan lain sebagainya, maka tidak akan ada perubahan dan kebijakan soal Bansos. Bukti itu kita sertakan juga di kesimpulan," tutur Refly.

Dia menyampaikan, keterangan Mensos yang arap disapa Bu Risma juga semakin mempertegas ada pelanggaran kebijakan Bansos. Pasalnya, Mensos telah memutuskan untuk tidak lagi memperpanjang Bansos El Nino dengan alasan puncaknya pada September 2023 dan kemudian melandai di Desember 2023, dan tidak ada lagi setelah itu.

Tetapi ternyata kebijakan Bansos El Nino dihidupkan lagi pada November 2023 dan yang mengerjakan bukan Kementerian Sosial (Kemensos) tetapi Badan Pangan Nasional (Bapanas).

"Yang namanya bapanas itu kan fungsinya bukan untuk menyalurkan Bansos tapi untuk ketahanan pangan, tapi karena Menteri Sosial-nya dari PDI Perjuangan, ya enggak dilibatkan, saya frankly speaking, nih ngomongnya," kata Refly.  

Dia menambahkan, banyak hal yang sebenarnya terbukti asal hakim MK mau menguliti satu per satu bukti dan data yang muncul di persidangan PHPU. Sebab, pelanggaran yang terstruktur tak mudah terlihat kalau dipandang secara general.

"Kalau dibaca secara general saja memang sepertinya enggak ada yang terbukti, tapi begitu kita lihat wah ini kan kubu 02 senang sekali itu dengan dengan apa yang dikatakan para menteri di persidangan, seolah-olah everything is okay, ini bisnis as usual, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tapi kita buktikan Bansos itu melanggar undang-undang. Kita buktikan bahwa itu ada kaitannya dengan timing-nya, ada kaitannya dengan pemilu dan lain sebagainya," tutur Refly. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas