Sidang Korupsi Tol Japek MBZ Ungkap Spesifikasi Beton Diganti Baja Rp 13 T, Jaksa: Di Mana Hematnya?
Di keterangannya, Sukandar menerangkan bahwa awalnya pembangunan direncanakan menggunakan girder box dari beton senilai Rp 10 triliun.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated alias Jalan Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) mengungkap adanya pengubahan spesifikasi.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2024), jaksa penuntut umum menghadirkan empat saksi, termasuk Direktur Utama PT Krakatau Steel 2015-Maret 2017, Sukandar dan Super Intendent KSO Bukaka-KS dan Kepala Unit Usaha Jembatan PT Bukaka Teknik Utama, Budi Hartono.
Adapun duduk di kursi terdakwa ialah: eks Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.
Di keterangannya, Sukandar menerangkan bahwa awalnya pembangunan direncanakan menggunakan girder box dari beton senilai Rp 10 triliun.
Namun kemudian diganti menjadi baja senilai Rp 13 triliun.
Penggantian spesifikasi itu disebut Sukandar dalam rangka efisiensi dan penghematan.
Jaksa pun terheran dengan alasan tersebut.
"Tadi saksi menjelaskan, saksi dan Direktur Operasional menerangkan dengan menggunakan baja akan lebih hemat, efisien. Beton ketika dibikin girder box dengan dana dari awal sampai akhir kurang lebih 10 triliun. Kemudian dengan menggunakan baja berubah menjadi 13 (triliun). Di mana letak efisien dan hematnya?" tanya jaksa penuntut umum kepada saksi Sukandar.
"Mohon ijin pak. Itu setelah proses ini berlanjut, memang sering dijelaskan oleh rekan-rekan saksi dari Bukaka bahwa assesment dari awal harga baja pada saat itu ada penghematan pak," jawab Sukandar.
Alasan itu rupanya tak membuat Majelis Hakim puas.
Saksi kemudian dicecar oleh Hakim Ketua, Fahzal Hendri mengenai efisiensi dan penghematan yang dimaksud.
Sukadar pun menjelaskan bahwa Rp 13 triliun merupakan harga setelah lelang, bukan saat assesment awal.
"Tadi mengatakan kalau memakai beton, berapa biayanya? Ternyata setelah pakai baja malah naik, dari mana bunyinya?" kata Hakim Fahzal.
"Kalau angka terakhir lebih tinggi, itu setahu saya, saat itu sudah lelang," ujar Sukandar.
Menurut Sukandar, pada assesment awal, di mana dia terlibat, pengubahan spesifikasi menjadi baja itu memang direncanakan untuk efisiensi dan penghematan.
"Tapi ya pada saat assesment awal seperti yng tadi disampaikan Pak Budi, bahwa assesment pada saat itu kalau pakai baja bisa lebih hemat. Antara lain yang bikin penghematan dua pihak Yang Mulia, di mana itu turun jauh, misal dari 1.200 turun agak jauh bisa menjadi 600. Sehingga bisa menghemat waktu, menghemat biaya," kata Sukandar.
Selain spesifikasi material, persidangan ini juga mengungkap adanya pengubahan volume box girder.
Box girder tersebut awalnya bervolume 2,75 m x 2 m. Namun berjalannya proses, volumenya diubah menjadi 2,4 m x 2 m.
Saat dicecar jaksa, saksi Budi menjelaskan bahwa pengubahan itu masih berada di dalam koridor yang ada.
"Apakah peran dari terdakwa Toni Budi Sihite selaku konsultan perencanaan, terdakwa tidak melakukan tugas sebagai perencana? Tadi disebutkan spesifikasi 2,7, di lapangan 2,3. Apa peran terdakwa Toni Sihite dalam rapat-rapat tersebut," tanya jaksa penuntut umum.
"Jadi sebenarnya yang kita diskusikan ini dalam koridor spesifikasi teknis yg tidak berubah," kata saksi Budi Hartono.
Empat terdakwa
Ada empat terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Jalan Tol MBZ.
Mereka adalah:
- Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas
- Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JCC) Djoko Dwiyono,
- Ketua Panitia Lelang JJC berinisial YM,
- Tenaga Ahli Jembatan PT LGC dengan inisial TBS.
Adapun nilai kontrak proyek pembangunan Jalan Tol MBZ atau Japek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat ini mencapai Rp 13.530.786.800.000.
Para terdakwa dalam kasus ini diduga bersekongkol secara melawan hukum mengatur spesifikasi barang untuk menguntungkan pihak tertentu.
Sebagai informasi, total ada lima tersangka yang sudah ditetapkan dalam perkara dugaan korupsi proyek tol ini.
Selain terdakwa yang bakal menjalani sidang di PN Tipikor Jakarta, masih ada satu tersangka lain yaitu mantan Kepala Divisi 5 PT Waskita Karya Ibnu Noval.
Ibnu merupakan tersangka obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam dugaan korupsi pada pekerjaan pembangunan Jalan Tol MBZ tersebut.
Eks Petinggi PT Waskita Karya itu diduga mengarahkan saksi untuk menerangkan hal yang tidak sebenarnya dalam proses penyidikan kasus pembangunan Tol Japek II ini.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi mengungkapkan, nilai kerugian sementara kasus korupsi Tol MBZ Jakarta-Cikampek II ini ditaksir mencapai Rp 1,5 triliun.
"Yang jelas dalam proyek ini diduga terjadi pengurangan volume dan ada pengaturan pemenang tender," ucap Kuntadi di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, 13 September 2023.
Konstruksi Kasus
Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum telah mendakwa para terdakwa atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.
Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu PT Bukaka Teknik Utama.
"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa negara merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Selain itu, perbuatan para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.
Mereka kemudian dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.