Korlantas Polri Ungkap Data Kendaraan Dinas TNI Bakal Dimasukkan ke Database Polisi
Selain itu, kata dia, terbuka kemungkinan SIM personel TNI terintegrasi dengan SIM umum yang diterbitkan oleh Kepolisian.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korps Lalu Lintas atau Korlantas Polri berencana memasukan data kendaraan dinas TNI ke database kepolisian.
Direktur Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengatakan, rencana tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam aturan tersebut jelas diatur lembaga yang berhak meregistrasi dan mengidentifikasi kendaraan bermotor roda dua, roda empat ke atas, dan juga pengemudi kendaraan bermotor adalah kepolisian.
Data kendaraan dimaksud yakni terkait dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), dan pelat nomor. Sedangkan data pengemudi kendaraan bermotor dimaksud yakni, Surat Izin Mengemudi (SIM).
Pusat data kepolisian saat ini mencatat ada 164 juta data kendaraan bermotor dan 67 juta lebih data SIM.
Baca juga: Warga Kaget Pierre Sopir Fortuner Pelat Dinas TNI Palsu Ditangkap: Tumben Dia Kasar, Mungkin Lelah
Yusri menjelaskan, rencana input data kendaraan dinas TNI ke database kepolisian telah dibahas dengan Danpuspom TNI.
Hal tersebut diungkapkannya saat menyampaikan materi tentang strategi pencegahan penggunaan pelat nomor pejabat nomor registrasi oleh masyarakat sipil serta penanganan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anggota kementerian, militer, dan lembaga negara dalam penggunaan pelat nomor kementerian, militer, dan lembaga negara.
"Saya sudah bicara dengan Danpuspom bagaimana cara kita menyesuaikan semuanya ini," kata dia dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) POM TNI Tahun 2024 di Aula Gatot Soebroto Mabes TNI Cilangkap, Jakarta pada Kamis (2/5/2024).
Selain itu, kata dia, terbuka kemungkinan SIM personel TNI terintegrasi dengan SIM umum yang diterbitkan oleh Kepolisian.
Akan tetapi, kata dia, tetap harus diberlakukan pembatasan di mana SIM tersebut hanya bisa diterbitkan untuk anggota TNI aktif.
Hal tersebut, kata dia, perlu dilakukan agar tidak ada penyimpangan dengan mengatasnamakan keluarga anggota TNI.
"Supaya SIM TNI ini berlaku, cuma memang harus dipakai batasan. Karena kadang, kita keluar jalur," kata dia.
Baca juga: Kasus TNI AL Hajar Sopir Katering di Cileungsi Berakhir Damai, Korban Harus Minta Maaf Memvideokan
Sama halnya dengan STNK, lanjut Yusri, Undang-Undang juga menyatakan Kepolisian berhak menerbitkan STNK untuk nomor dinas kendaraan TNI.
"Oh TNI? Angkatan Darat, Laut, Udara? Boleh tetapi data basenya harus masuk ke kami. Karena di Undang-Undang mengatakan boleh, TNI dan Polri boleh," kata dia.
Namun demikian, kata Yusri, seiring perkembangan zaman selain TNI saat ini ada kementerian dan lembaga lain yang data kendaraan dinasnya tidak terdapat pada database Kepolisian.
Kementerian dan lembaga tersebut, sebagaimana materi yang dipaparkannya antara lain DPR RI, Kejaksaan Agung, DPD RI, Lemhannas, Bakamla, dan BIN.
"Mohon maaf lagi, databasenya ini data kendaraan yang menggunakan nomor ini, ini tidak ada sama sekali di saya. Padahal harusnya masuk database saya. (Tetapi) Tidak ada. Bikin pengadaan sendiri kemudian muncul nomor ini," kata dia.
"Jadi, pertanyaan apakah dia bayar pajak? Nggak enak saya mengungkapnya. Padahal seharusnya masuk database. Okelah silakan. Tapi database nya masuk ke saya," sambung dia.
Sementara itu, kata dia, saat ini masih ada puluhan kementerian dan lembaga yang menyurati pihaknya terkait data kendaraan dinasnya.
"Ini yang masuk ngantri ke tempat saya ada puluhan kementerian lembaga lagi ini menyurat. Ini bukan bikin aturan sendiri, tetapi mereka cukup dengan pemberitahuan saja kemudian mengeluarkan nomor sendiri, dan STNK sendiri. Kalau di Kejaksaan Agung namanya STNKK Surat Tanda Nomor Kendaraan Kejaksaan," kata Yusri.
Yusri mengatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya, fenomena tersebut disebabkan di antaranya terkait dengan kebijakan ganjil genap yang diberlakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Padahal, kata dia, tujuan kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi mobilitas kendaraan atau kemacetan berbasis pelat nomor.
"Jadi, pertanyaan teman-teman Puspom sekarang ini, kalau jadi polisi di lapangan melihat nomor ini berani menangkap? Ora wani (tidak berani), ora enak (tidak enak), kan begitu yang terjadi," kata dia.
Baca juga: Isu Hubungan Jokowi-Prabowo Renggang Dibantah Hotman Paris hingga Pertemuan Perkenalan PM Singapura