Sebelum Tewas, Putu Satria Curhat ke Pacar Sering Dipukuli Senior, Kirim Foto Bukti Kekerasan
Ternyata Putu Satria tak hanya sekali dipukuli oleh seniornya di STIP, sebelum tewas sempat curhat ke pacar sering dipukuli hingga kirim bukti.
Penulis: Rifqah
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Terungkap fakta lain dalam kasus penganiayaan yang menewaskan taruna tingkat 1 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) yang dianiaya seniornya, Tegar Rafi Sanjaya (21).
Ternyata, tak hanya sekali Putu dipukul oleh seniornya.
Hal tersebut terungkap saat Putu curhat ke pacarnya pada Desember 2023 lalu.
Dalam percakapan dengan pacarnya itu, ia mengaku bahwa sering dipukuli oleh seniornya.
Menurut Kuasa Hukum Putu, Tumbur Aritonang, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan di STIP.
"Betul, sepertinya udah jadi kebiasaan di sana," ujar Tumbur Aritonang selaku kuasa hukum keluarga Putu, Kamis (9/5/2024), dikutip dari Wartakotalive.com.
Berdasarkan foto yang diterima, percakapan Putu dan pacarnya itu dalam bahasa Bali.
Putu bahkan mengirimkan foto di bagian dadanya, karena sakit setelah dipukuli.
Tumbur menuturkan, Putu juga kerap menjadi incaran seniornya.
"Arti percakapannya kurang lebih begini 'aku dipanggil terus sama senior, dipukulin terus-terusan. Sakit dadaku, ulu hati terus yang diincer'. Itu artinya," kata Tumbur.
Kendati demikian, Tumbur tak mengetahui secara pasti sudah berapa kali Putu dipukuli.
Baca juga: Kasus Kekerasan di STIP Terus Berulang, DPR Desak Dilakukan Audit Total
"Enggak dijelaskan di chat, tapi dari artinya mungkin lebih dari sekali," tutur dia.
Ibu Korban Tuntut Keadilan
Saat melihat jenazah sang putra, ibu korban yakni Nengah Rusmini melihat banyak kejanggalan.
Sebab, banyak luka lebam di tubuh dan tangan, mulut terluka, serta hidung yang mengeluarkan darah.
"Tubuhnya banyak lebam, badan hingga tangan. Juga mulutnya pecah (luka)," ujar Rusmini yang juga tenaga medis di RSUD Klungkung, Rabu (8/5/2024), dikutip dari Tribun-Bali.com.
Rusmini menuntut keadilan dan meminta kasus putranya tersebut diusut tuntas.
Ia ingin terus memperjuangkan keadilan untuk sang putra yang meninggal dunia di tangan seniornya di STIP Jakarta.
Bahkan, ia sampai meminta tolong kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit.
"Bapak presiden, bapak Kapolri, bapak Menteri Perhubungan, tolong bantu kami."
"Tolong usut kasus ini sampai tuntas, jangan sampai ada yang ditutup tutupi. Kami keluarga menuntut keadilan," ungkap Nengah Rusmini.
Selain itu, Rusmini juga meminta kepada rekan-rekan dan orang tua taruna di STIP, untuk tidak takut melaporkan tindakan kekerasan yang masih terjadi di sekolah kedinasan tersebut.
"Ibu-ibu taruna yang lain, ayo seperti janji kita saat bertemu di Jakarta. Katanya mau melapor dan siap buka-bukan (terkait kekerasan yang juga dialami anak mereka)."
"Jangan sampai ada seperti anak saya lagi, jangan lagi ada seorang ibu yang hatinya hancur karena kehilangan anaknya dengan cara seperti ini,"ungkap Rusmini dengan mata berkaca-kaca.
Ada 4 Tersangka Penganiayaan
Polres Metro Jakarta Utara menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus penganiayaan Putu.
Putu dianiaya oleh seniornya sendiri di kampus pada Jumat (3/5/2024) pagi karena dianggap melakukan kesalahan.
Tegar pun telah ditetapkan sebagai tersangka utama oleh kepolisian pada Sabtu (4/5/2024).
Ia melakukan pemukuan hingga memasukkan tangan ke mulut Putu dengan maksud melakukan penyelamatan, tapi menyebabkan korban meninggal dunia.
Ternyata, selain Tegar, ada tersangka baru lagi dalam kasus penganiayaan tersebut.
Dikutip dari TribunJakarta.com, tiga tersangka baru yang ditetapkan sebagai tersangka itu merupakan rekan-rekan Tegar atau taruna tingkat 2.
Tiga tersangka baru tersebut berinisial KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Empar tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.
Tegar dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dan tiga rekannya dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
Tiga tersangka tersebut juga bersama Tegar saat kejadian, mereka berperan memprovokasi Tegar hingga menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan.
Tersangka FA alias A dalam kasus ini berperan memanggil korban Putu bersama teman-temannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2.
Saat itu, alasan Putu dan teman-temannya dipanggil karena dianggap melakukan kesalahan, memakai baju olahraga ke ruang kelas pada Jumat pagi.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (8/5/2024) malam.
"Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2. Lalu FA juga berperan menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet dan ini dibuktikan dari CCTV kemudian keterangan para saksi," sambungnya.
Sementara itu, tersangka WJP berperan memprovokasi Tegar untuk melakukan pemukulan terhadap korban Putu.
Selain itu, WJP juga meminta Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.
"Saudara W mengatakan 'Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa.
"Karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," papar Gidion.
Sedangkan KAK, di sini berperan menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama.
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com dengan judul Terungkap, Curhatan Putu Satria ke Pacar Sebelum Tewas: Aku Dipanggil Senior, Dipukulin Terus dan di Tribun-Bali.com dengan judul TEWASNYA Putu Satria di STIP Jakarta, Sang Ibu Yakin Pelaku Pembunuh Putranya Lebih Dari Satu Orang
(Tribunnews.com/Rifqah) (Wartakotalive.com/Ramadhan L Q) (Tribun-Bali.com/Eka Mita Suputra)