Anggota DPR Soroti Kenaikan Biaya UKT di Sejumlah Perguruan Tinggi Negeri: Jangan Mendadak
Biaya kuliah yang tinggi mengakibatkan Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), sulit diakses.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus, menyoroti kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) yang naik secara signifikan.
Guspardi memahami kegelisahan dari para mahasiswa dan para orangtua dikarenakan sejumlah Perguruan Tinggi menaikkan UKT yang kenaikannya berkisar antara 50 persen sampai 100 persen.
"Semestinya, kenaikan UKT dilakukan secara bertahap, jangan dilakukan secara mendadak. Apalagi kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini belum begitu bagus, peningkatan UKT yang tinggi sungguh tidak logis dan tidak relevan," kata Guspardi kepada wartawan Jumat (10/5/2024).
Menurut Guspardi, saat ini banyak mahasiswa maupun orang tua yang merasakan beratnya biaya kuliah di perguruan tinggi negeri.
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Sri Indarti, Rektor UNRI Cabut Laporan terhadap Mahasiswa Kritik UKT
Sehingga kondisi tersebut membuat mereka tertekan secara mental.
"Situasi ini harus menjadi perhatian dari pemerintah dan muncul langkah-langkah terobosan untuk mengatasinya," ucap dia.
Legislator asal Sumatera Barat itu menilai, biaya kuliah yang tinggi mengakibatkan Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), sulit diakses oleh golongan tidak mampu.
Jalan yang ditempuh oleh mahasiswa yang tidak mampu adalah meminta keringanan biaya kuliah.
Namun, dari pengalaman sejumlah mahasiswa, upaya itu sering memakan waktu lama dan belum tentu pula berhasil.
"Sejatinya konsep PTN- BH bagaimana pihak Perguruan tinggi harus pandai mencari pendanaan di luar dari student body dan diluar subsidi pemerintah, karena tidak lagi sepenuhnya bergantung pada APBN. Jangan malah mengandalkan jumlah penerimaan dari mahasiswa. Itu bukan intisari dari peningkatan perguruan tinggi berbadan hukum dan jelas PTN-BH ini belum berjalan dengan sempurna," ujarnya.
Sebab itu, kata Guspardi, perlu dilakukan evaluasi dan kajian terhadap otonomi dan mekanisme pendanaan PTN-BH.
Khususnya terkait otonomi pengelolaan pendanaan dan kebijakan, agar pendidikan tinggi di Indonesia yang berstatus PTN-BH tetap terjangkau bagi masyarakat luas.
"Jangan sampai otonomi pengelolaan sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan ini bermuara pada munculnya komersialisasi pendidikan yang memberatkan mahasiswa yang mampu secara ilmu dan ingin tetap kuliah, merasa tidak mampu karena faktor ekonomi, karena terbebani soal kenaikan UKT," pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.