Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Sewa Rumah di Kemang Sembunyikan Uang Suap BTS Kominfo Rp 40 Miliar
Mantan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi mengaku rela menyewa sebuah rumah di Kemang untuk menyimpan uang Rp 40 miliar.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi mengaku rela menyewa sebuah rumah di Kemang, Jakarta Selatan untuk menyimpan uang Rp 40 miliar.
Fakta demikian terungkap dalam sidang pemeriksaan Achsanul Qosasi dan temannya, Sadikiin Rusli sebagai terdakwa kasus korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Uang Rp 40 miliar itu diketahui merupakan pemberian eks Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif melalui perantara.
Tujuannya, untuk mengamankan audit proyek pembangunan tower BTS 4G di berbagai penjuru Indonesia.
"Setelah uang itu diterima, diserahkan Sadikin Rusli (perantara) kepada saudara, terus uang itu saudara bawa ke mana?" tanya Hakim Anggota, Alfis Setyawan kepada Qosasi.
"Saya simpan pak di tempat saya. Di sebuah rumah pak, di Kemang," jawab Achsanul Qosasi.
Baca juga: Sidang Korupsi Pekan Depan: Achsanul Qosasi, Gazalba Saleh, Eks Mentan SYL hingga Emirsyah Satar
"Rumah siapa itu?" tanya Hakim lagi.
"Saya sewa pak," jawab Qosasi.
Uang tersebut awalnya diterima dari perantara di Hotel Grand Hyatt, Jakarta pada 19 Juni 2022.
Achsanul Qosasi tak langsung membawa uang tersebut ke Kemang lantaran saat itu sudah larut malam.
Ia pun menyimpan sementara uang Rp 40 miliar yang disusun dalam koper di dalam mobil.
Mendengar pengakuan Qosasi, Hakim sampai kaget, mengingat bahayanya menyimpan uang banyak di dalam mobil.
Baca juga: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembali Jalani Sidang Korupsi BTS Kominfo Senin 22 April 2024
Qosasi pun mengaku hal itu dilakukannya karena tak punya pilihan lain, termasuk membawa uang Rp 40 miliar tersebut ke rumah.
"Di mobil? Ishh. Tak berisiko itu uang sebanyak itu?" kata Hakim Ketua, Alfis.
"Ya sangat berisiko, Yang Mulia. Tapi saya tidak punya pilihan," kata Qosasi.
Hakim kemudian mencecar Qosasi terkait lamanya menyewa rumah di Kemang.
Qosasi mengaku sudah menyewa rumah tersebut selama setahun dan tak ada yang menempati.
"Sudah berapa lama sewanya jalan waktu itu?" tanya Hakim Alfis.
"Satu tahun, Yang Mulia," jawab Qosasi.
"Siapa yang tinggal di situ, di rumah Kemang itu?" tanya Hakim lagi.
"Kosong, Yang Mulia."
Pengakuan Qosasi lagi-lagi membuat Hakim kaget.
Bahkan Qosasi sampai diingatkan bahwa perbuatannya mubazir.
Terlebih harga rumah di Kawasan Kemang tergolong mahal.
Qosasi pun mengamini perkataan Hakim terkait perbuatannya yang mubazir itu.
Namun lagi-lagi, dia mengaku tak punya pilihan lain.
"Untuk apa sewa rumah di Kemang? Kan mubazir pak. Mubazir itu dekat dengan syaitan, di agama kita kalau muslim. Perbuatan mubazir itu kan dekat dengan syaitan!" ujar Hakim.
"Iya. Saya enggak mungkin bawa pulang," kata Qosasi.
Dalam perkara ini, Achsanul Qosasi telah didakwa jaksa penuntut umum karena menerima Rp 40 miliar di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat.
"Terdakwa Achsanul Qosasi selaku Anggota III BPK Republik Indonesia periode 2019 sampai dengan 2024 dengan maksud menguntungkan diri sendiri sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40.000.000.000 secara melawan hukum, atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Kamis (7/3/2024).
Menurut jaksa, uang Rp 40 miliar itu dimaksudkan untuk pengkondisian audit proyek pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo oleh BPK.
Hasilnya, BPK menerbitkan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo yang di dalamnya tidak ditemukan kerugian negara.
Laporan BPK tersebut kemudian digunakan untuk merekomendasikan penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, mengingat tak ditemukan kerugian negara.
"Bahwa Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo bertujuan supaya Penyelidikan di Kejaksaan Agung dihentikan berdasarkan temuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu tahun 2022 yang tidak menemukan adanya kerugian negara."
Akibat perbuatannya, dalam dakwaan pertama dia dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan kedua:
Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dakwaan ketiga:
Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan keempat:
Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Sadikin Rusli dijerat Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 butir ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.