Kebijakan Pemerintah Soal Tarif Cukai SKT Diharapkan Pertimbangkan Efek Dominonya
Para buruh Industri Hasil Tembakau (IHT) minta pemerintah tidak menaikkan tarif cukai khususnya untuk segmen sigaret kretek tangan (SKT) di tahun 2025
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para buruh Industri Hasil Tembakau (IHT) meminta pemerintah tidak menaikkan tarif cukai khususnya untuk segmen sigaret kretek tangan (SKT) di tahun 2025.
Sebab kenaikan cukai bisa berpotensi menjadi gangguan bagi keberlangsungan nasib jutaan pekerja di sektor ini.
Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Jawa Tengah, Edy Riyanto mengatakan kenaikan cukai di tahun 2022 dan diteruskan pada tahun 2023-2024 masih terasa dampaknya sampai saat ini.
"Kenaikan cukai tahun 2022 yang dilanjutkan dengan kebijakan kenaikan cukai tahun 2023-2024 masih dirasakan dampaknya sampai sekarang,” kata Edy dalam keterangannya, Senin (13/5/2024).
Ia menyebut bahwa segmen SKT memiliki serapan tenaga kerja yang cukup besar sehingga banyak orang menggantungkan sawah ladangnya di sektor ini.
Pemerintah pun dipandang perlu memberikan dukungan yang lebih signifikan agar industri SKT mampu menyerap tenaga kerja makin banyak dan berdampak positif terhadap pendapatan negara.
Kebijakan pemerintah terhadap industri ini diharapkan berdasar pada pertimbangan matang atas semua dampak yang mungkin terjadi.
"Keputusan pemerintah (untuk kebijakan tarif cukai SKT) harus dibuat berdasarkan pertimbangan yang matang terhadap semua dampak yang dapat terjadi, baik itu untuk industri atau pekerjanya. Jangan hanya satu variabel saja. Jadi, kalau bisa naik 0 persen saja,” jelas Edy.
Sebagai catatan, selama ini SKT merupakan segmen industri padat karya yang dihuni oleh para pekerja pelinting yang notabene memiliki tingkat pendidikan rendah.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keterampilan rendah adalah kelompok yang paling rentan menjadi pengangguran jika terjadi gangguan pada industri tempat mereka bekerja.
Baca juga: Khawatir Berimbas PHK, Buruh Rokok Jatim Harap Pemerintah Tak Naikkan Cukai SKT di 2025
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sampai Agustus 2023 terdapat 7,86 juta orang pengangguran. Angka ini belum termasuk setengah pengangguran (jam kerja kurang dari 35 jam seminggu) yang jumlahnya mencapai 9,34 juta orang.
Menurut Edy, kenaikan cukai akan turut meningkatkan biaya produksi dan harga jual SKT ke konsumen. Imbasnya, permintaan konsumen turun. Hal ini karena konsumen dari kalangan menengah ke bawah terpengaruh terhadap naik turunnya harga.
"Kalau permintaan turun, pendapatan pabrik juga turun, padahal bebannya naik. Lama-lama pabrik bisa gulung tikar, lapangan kerja terancam. Kalau seperti itu pekerja ini mau gimana?” ucapnya.
Menurut Edy, kenaikan harga jual SKT justru akan membuat rokok ilegal semakin marak karena masyarakat akan mencari alternatif produk lain yang lebih murah.
"Jadi, kerugiannya double. Pertama, rugi karena pabrik lama-lama gulung tikar, pekerja di PHK. Kemudian, pendapatan negara juga turun karena konsumen belinya yang ilegal,” kata dia.
Di kesempatan terpisah, Direktur Industri Minuman Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, salah satu tugas Kemenperin adalah menjaga iklim usaha industri, termasuk IHT.
Kemenperin berusaha menjaga ekosistem untuk keberlanjutan IHT lewat penyusunan berbagai kebijakan. Di antara keberpihakan pemerintah adalah dengan menetapkan tarif SKT yang lebih rendah dibandingkan rokok mesin mengingat segmen ini termasuk padat karya.
"Idealnya tarif cukai bagi SKT adalah serendah-rendahnya,” ucap Merrijanti.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.