Mahfud MD Sebut Pembahasan RUU Perampasan Aset Lebih Penting Ketimbang Revisi UU Penyiaran
Menurut Mahfud, RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal jauh merupakan kepentingan publik
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Prof Mahfud MD menyatakan, sejatinya ada yang lebih penting untuk DPR RI membahas perundang-undangan, salah satunya yakni soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.
Pernyataan Mahfud itu disampaikan di tengah polemik pembahasan Revisi UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Baca juga: Dewan Pers: RUU Penyiaran Secara Frontal Mengekang Kemerdekaan Pers
Menurut Mahfud, RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal jauh merupakan kepentingan publik. Bahkan, dirinya pernah mendorong RUU ini sejak menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan RI (Menkopolhukam).
"Saya tawar menawar itu dengan DPR, kata mereka mungkin UU Perampasan Aset bisa dibicarakan Pak, tapi kalau RUU Belanja Uang Tunai kalau itu dibatasi tidak bisa, kami tidak setuju," ujar Mahfud dalam keterangan resminya, Rabu (15/5/2024).
Baca juga: Saat Anggota Komisi I DPR Diberondong Pertanyaan Para Tokoh Pers Terkait Revisi UU Penyiaran
Terlebih kata Mahfud, terhadap RUU Pembatasan Uang Kartal yang menurut dia menjadi salah satu beleid yang bisa menghindari upaya-upaya suap atau tindakan korupsi.
Sebab, semua transaksi yang dilakukan pejabat-pejabat negara, termasuk Anggota DPR, nantinya akan termonitor.
Mahfud ketika menjadi Menkopolhukam juga menyatakan, terus berkonsultasi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Setelah diminta jalan oleh Presiden, Mahfud langsung membuat dan mengirimkan surat, bahkan berkali-kali mengingatkan DPR RI kalau surat secara resmi sudah diajukan.
"Saya ingatkan DPR, nih Anda minta kami ajukan surat, sudah kami ajukan surat, sampai sekarang tidak jalan, sudah lebih dari setahun, ditolak tidak disetujui tidak," kata Mahfud.
Meski begitu, kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI (MK) tersebut, tidak ada yang bisa dilakukan Menkopolhukam saat itu karena perihal Undang-Undang sudah menjadi wewenang dan urusan DPR RI.
Baca juga: Polemik Revisi UU Penyiaran: PWI Pusat Cerita Suasana Kebatinan DPR Tentang Kemerdekaan Pers
Menurut Mahfud, Menkopolhukam, hanya bisa mengingatkan, tidak bisa mengambil keputusan karena keputusan ada di DPR RI.
"Celakanya, rakyat sebenarnya menjadi penonton di pinggir jalan, tapi mereka ini tidak sadar karena mereka bukan kaum yang mengerti, tidak mengerti bahwa mereka itu sedang dikerjai, hak haknya itu sedang dirampas, jadi rakyat diam saja," tukas Mahfud.