Soal Revisi UU Penyiaran, Cak Imin: Masa Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir
Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, berharap Revisi UU Penyiaran dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan insan media.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Garudea Prabawati
Atas dasar itu, ia menitipkan delapan agenda perubahan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.
Isinya dengan tegas meminta supaya kualitas demokrasi diperkuat sekaligus menjamin kebebasan pers.
"Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika kebebasan pers dibatasi, artinya kita juga mengekang demokrasi," ucapnya.
"Maka dari itu, saya titipkan 8 Agenda Perubahan kepada presiden terpilih, Pak Prabowo, yang isinya dengan tegas meminta agar kualitas demokrasi diperkuat, sekaligus menjamin kebebasan pers, kebebasan pers pada dasarnya adalah kontrol untuk hal yang lebih baik."
"Sejauh ini, revisi UU Penyiaran masih berupa draf. Artinya, masih ada waktu untuk menyerap dan mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat dan teman-teman media," kata Cak Imin.
Ia juga memahami pentingnya kemampuan masyarakat dalam memilah berita yang kredibel di tengah gempuran banjir informasi lewat media sosial dan berbagai platform penyiaran.
"Revisi UU Penyiaran harus mampu melindungi masyarakat dari hoaks dan misinformasi yang semakin merajalela, tanpa mengamputasi kebebasan pers."
"Masyarakat juga berhak untuk akses terhadap informasi yang seluas-luasnya. Tidak Boleh ada sensor atas jurnalisme dan ekspresi publik," terangnya.
Dewan Pers Menolak
Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya bersama seluruh konstituen menolak RUU Penyiaran yang tengah ramai diperbincangkan.
Ia mengkritik penyusunan RUU Penyiaran karena tak memasukkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam konsideran.
"(Ini) mencerminkan bahwa tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform," katanya di Gedung Dewan Pers, Jakarta pada Selasa (14/5/2024).
Ia memandang RUU Penyiaran menyebabkan pers tidak merdeka, independen, serta tak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas.
"Karena dalam konteks pemberitaan, Dewan Pers berpandangan perubahan ini jika diteruskan sebagian aturan-aturannya akan menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen," terangnya.
Menurutnya, proses RUU Penyiaran menyalahi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yakni penyusunan sebuah regulasi yang harus meaningful patricipation.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.