JPPI Desak Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 Dicabut, Biang Kerok UKT Mahal
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, menilai pendidikan tinggi bukan merupakan kebutuhan tersier.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI), Ubaid Matraji, menilai pendidikan tinggi bukan merupakan kebutuhan tersier.
Hal tersebut diungkapkan Ubaid menanggapi pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang menyebut pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier.
Menurut Ubaid, pernyataan itu mampu melukai perasaan masyarakat dan menciutkan mimpi anak bangsa untuk bisa duduk di bangku kuliah.
"Meletakkan pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersiar adalah salah besar. Jika PT adalah kebutuhan tersier, lalu negara lepas tangan soal pembiayaan, bagaimana dengan nasib pendidikan dasar dan menengah yang merupakan kebutuhan primer, apakah pemerintah sudah membiayai?" ucap Ubaid melalui keterangan tertulis, Minggu (19/5/2024).
Dirinya meminta pemerintah mengembalikan pendidikan tinggi sebagai public good dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, khususnya di PTNBH.
Baca juga: Biaya UKT Tinggi, Pemerintah Diminta Kontrol Biaya Kuliah
"Mengapa harus public good, dan bukan kebutuhan tersier? Jelas karena pendidikan adalah menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi," katanya.
"Siapa yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan itu? Amanah ini jelas termaktub dalam pembukkan UUD 1945 alinea 4, yang menyatakan bahwa, salah satu tujuan utama berdirinya NKRI ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," tambah Ubaid.
DPR RI, Kemendikbudristek, bersama masyarakat sipil, menurut Ubaid harus melakukan evaluasi total kebijakan Kampus Merdeka yang mendorong PTN menjadi PTN-BH.
Baca juga: KSP: Pemerintah Soroti Kenaikan UKT
Ubaid menilai kebijakan ini berperan besar dalam melambungkan tingginya biaya UKT, karena pemerintah tidak lagi menanggung biaya pendidikan, lalu dialihkan beban tersebut ke mahasiswa melalui skema UKT.
"Kemendikbudristek harus cabut Permendikbudristek No.2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi, karena ini dijadikan landasan kampus dalam menentukan tarif besaran UKT," ucap Ubaid.
Selain itu, Ubaid meminta pimpinan kampus untuk melindungi hak mahasiswa bersuara dan bisa melanjutkan kuliah.
"Jangan persekusi dan intimidasi mahasiswa yang sedang berpendapat di muka umum. Juga, pimpinan kampus harus memsperbaiki data KIP Kuliah supaya tepat sasaran dan Menyusun Kembali besar UKT disesuaikan dengan kemampuan bayar mahasiswa," pungkasnya.
JPPI juga meminta para guru besar di kampus untuk tidak diam dalam menyikapi protes dan polemik soal UKT ini.