Tolak Revisi UU Penyiaran, Aliansi Jurnalis hingga Pers Mahasiswa di Jakarta Geruduk DPR RI Besok
Aliansi dan serikat pekerja media seperti jurnalis hingga pers mahasiswa akan menggelar aksi damai di depan Gedung DPR RI, Senayan.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi dan serikat pekerja media seperti jurnalis hingga pers mahasiswa akan menggelar aksi damai di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024) besok.
Perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Muhamad Iqbal menyatakan, aksi tersebut digelar untuk mengkritisi dan menolak Revisi UU Penyiaran yang dimana ada beberapa pasal yang bermasalah.
Iqbal menyebut, dalam aksi tersebut rencananya akan diikuti oleh beberapa organisasi dan aliansi jurnalis.
"Kami massa nya dari organisasi profesi wartawan khususnya konstituen," kata Iqbal kepada Tribunnews, Minggu (26/5/2024).
Adapun beberapa organisasi dan serikat pekerja jurnalis yang akan hadir di antaranya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
"PWI Jaya, IJTI Jakarta Raya kemudian PFI Jakarta, kemudian AJI Jakarta, kemudian ada juga temen-temen sindikasi terus ada belasan pers mahasiswa terus mungkin ada partisipan dari organisasi atau NGO atau organisasi pro Demokrasi yang lain yang esok akan gabung," kata dia.
Tak cukup di situ, Iqbal menyatakan, pihaknya juga mengajak seluruh elemen pekerja media untuk hadir dalam aksi tersebut.
Perihal dengan waktu digelarnya aksi, Iqbal menyebut para organisasi dan serikat pekerja media akan mulai menyampaikan orasi sekitar pukul 08.00 WIB.
"Mari kita bersama-sama menunjukkan solidaritas dan kekuatan kita dalam memperjuangkan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia," ujar dia.
"Agendanya besok jam 08.00 pagi sampai selesai kemungkinan jam 11.00 siang ya," tukas Iqbal.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Muhammad Farhan buka suara terkait Revisi Undang-Undang (RUU) No.32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran yang menuai pro kontra.
Dinilai pro kontra karena draf yang beredar dari Revisi UU tersebut disinyalir mengerdilkan peran pers.
Farhan lantas membeberkan kalau Revisi UU Penyiaran itu berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalisme platform digital.
"Ini kan lagi perang ini. Jadi, RUU yang ada ini atau draf UU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran teresterial," kata Farhan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/5/2024).
Lembaga siaran teresterial dimaknai sebagai penyiaran oleh lembaga media yang menggunakan frekuensi radio seperti VHF/UHF atau yang biasa dikatakan sebagai siaran analog.
Sementara, saat ini ada beberapa lembaga media yang menggunakan wadah platform digital untuk menyiarkan kontennya.
Dalam konteks ini kata Farhan, KPI atau Dewan Pers tidak memiliki aturan yang konkret untuk mengawasinya.
Baca juga: Bertambah Lagi, 18 Wartawan Tribunnews.com Lulus UKW dan Dinyatakan Berkompeten
Padahal lembaga jurnalistik apapun yang menggunakan platform digital dan mendaftarkan ke dewan pers maka akan menjadi kewenangan dewan pers.
Sebaliknya, apabila lembaga media itu membuat produk jurnalistik di platform digital dan tidak mendaftarkan diri ke dewan pers, maka dewan pers tak punya kewenangan atas lembaga tersebut.
"Resikonya apa? Kalau sampai dia dituntut oleh misalkan saya dijelekkan oleh lembaga berita ini, saya nuntut ke pengadilan, maka tidak ada UU Pers yang akan melindungi dia (lembaga media) karena tidak terdaftar di dewan pers kira kira begitu,” urai Farhan.
Atas adanya kepentingan tersebut, maka kata Farhan muncul ide untuk melakukan Revisi UU Penyiaran tersebut.
Kata dia, dengan adanya Revisi UU itu maka setidaknya ke depan bagi lembaga media yang tidak terdaftar di dewan pers bisa ada penanganan yang tepat untuk mengaturnya.
Sebab menurut Farhan, tidak menutup kemungkinan kalau lembaga pemberitaan yang menggunakan platform digital akan makin marak nantinya.
"Kan lembaga pemberitaan atau karya jurnalistik yang hadir di digital platform ini kan makin lama makin menjamur, enggak bisa dikontrol juga sama dewan pers, maka keluarlah ide RUU Penyiaran ini," kata Farhan.
Atas adanya pro kontra dan sorotan dari pegiat media ini, maka Farhan berharap adanya peran publik dari masyarakat secara luas.
Hal itu akan sangat penting untuk penyempurnaan pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Saya kira masukan masyarakat sangat penting, pro aktifnya masyarakat akan bermanfaat untuk penyempurnaan RUU Penyiaran," tukas dia.