Atasi Persoalan Merokok, Peneliti Sebut Perlu Adanya Strategi Komunikasi yang Efektif
Mengatasi persoalan merokok di Indonesia dinilai perlu strategi komunikasi yang efektif untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengatasi persoalan merokok di Indonesia dinilai perlu strategi komunikasi yang efektif untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok dan upaya pengurangan risikonya.
Hal tersebut disampaikan Peneliti dari Universitas Sahid Jakarta, Prof. Kholil dalam konferensi The 15th Asian Conference on The Social Sciences (ACSS 2024) yang diselenggarakan oleh International Academic Forum (IAFOR) di Tokyo, akhir pekan kemarin.
Kholil menyebutkan, seseorang mulai merokok pada dasarnya karena dua alasan utama yakni kebiasaan atau budaya dalam keluarga dan pergaulan dengan rekan kerja, teman atau kelompok sebaya.
Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi persuasif dengan pendekatan pengurangan risiko terutama bagi perokok sebagai target audiens tersegmentasi sesuai dengan kebutuhan dan preferensi spesifik mereka.
“Dari hasil kajian tersebut, kami menemukan bahwa demografi, ekonomi, dan sosial budaya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya mengatasi masalah merokok, namun menjadi signifikan setelah melalui variabel intervening strategi komunikasi," kaata Kholil ditulis Senin (27/5/2024).
Menurutnya, berdasarkan analisis deskriptif, aspek kesehatan, kebijakan pemerintah, dan ekonomi merupakan kontributor terbesar terhadap strategi komunikasi dengan model pengurangan risiko ini.
Oleh karena itu, Kholil menyampaikan, narasi pengurangan risiko yang efektif untuk masalah merokok harus didasarkan pada aspek-aspek tersebut.
“Komitmen dan kebijakan yang tepat sasaran dari pemerintah diperlukan untuk mengatasi masalah merokok secara tersegmentasi, yakni membedakan strategi untuk non-perokok agar tidak mulai merokok, perokok aktif yang ingin berhenti merokok dan perokok aktif yang sulit berhenti merokok” lanjut Kholil.
Untuk membangun strategi komunikasi tersebut, narasi harus memuat faktor kesehatan, sosial budaya dan ekonomi.
Kesehatan adalah prioritas utama karena semua perokok sadar bahwa merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka, dan pengobatan penyakit akibat merokok memerlukan biaya yang mahal.
Baca juga: Tekan Prevalensi Merokok, Pakar Sarankan Pemerintah Tiru Negara Asing
Pendekatan pengurangan risiko menjadi salah satu narasi yang diperlukan untuk membantu perokok yang sulit berhenti merokok agar beralih ke produk alternatif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.