Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Bantah Ikut Hitung Kerugian Negara, Tapi Akui Terima Rp 40 Miliar
Saat itu Achsanul mengaku hanya menguji kepatuhan pelaksanaan proyek terhadap peraturan perundang-undangan.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi buka suara soal hitung-hitungan kerugian negara dalam proyek strategis nasional pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
Dalam pleidoinya, Achsanul mengklaim bahwa dirinya tak melakukan penghitungan kerugian negara di proyek tersebut.
"Saya tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penghitungan kerugian negara. Penuntut Umum telah keliru dalam berpendapat di dalam surat tuntutannya, bahwa pemeriksaan BPK RI sengaja dibuat untuk tidak menemukan kerugian negara," ujar Achsanul saat duduk di kursi terdakwa, di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Dengan Suara Bergetar, Mantan Anggota BPK Achsanul Qosasi Menyesal Terima Uang Korupsi Rp 40 Miliar
Katanya, penghitungan kerugian negara merupakan kewenangan Auditorat Utama Investigasi yang di bawah kendali Wakil Ketua BPK.
Saat itu Achsanul mengaku hanya menguji kepatuhan pelaksanaan proyek terhadap peraturan perundang-undangan.
Dari pengujian itu, terdapat temuan-temuan terkait proyek pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
"Oleh karena itu, BPK RI menemukan 17 temuan yang harus ditindaklanjuti oleh BAKTI Kementerian Kominfo," katanya.
Meski tak menghitung kerugian negara, Achsanul mengakui adanya penerimaan Rp 40 miliar dari Anang Achmad Latif yang saat itu menjabat Direktur Utama BAKTI Kominfo.
Baca juga: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Mengaku Dapat Rp 40 Miliar Tapi Belum Sempat Melapor
Namun Achsanul mengklaim tak pernah merencanakan penerimaan uang tersebut.
"Peristiwa itu betul terjadi Yang Mulia. Saya akui peristiwa itu betul terjadi. Walaupun apa yang disampaikan oleh penuntut umum tidak seluruhnya benar. Tapi yang pasti Yang Mulia, peristiwa tersebut tidak saya rencanakan, bukan pula sesuatu yang saya kehendaki," ujarnya.
Dia pun mengklaim ada niat untuk melaporkan penerimaan uang tersebut, mengingat posisinya sebagai penyelenggara negara saat itu.
Hanya saja, saat itu Achsanul berdalih belum sempat melapor lantaran sibuk mengurus pemeriksaan keuangan 38 lembaga negara.
"Kesalahan terbesar saya adalah tidak segera melapor dan mengembalikan uang tersebut sesegera mungkin, sebagaimana pertanyaan Yang Mulia kepada saya pada sidang terakhir waktu itu. Niat untuk mengembalikan uang itu sudah ada Yang Mulia. Namun profesi saya yang sedang memeriksa sejumlah kementerian dan lembaga ada 38 kementerian dan lembaga yang saya periksa pada saat itu, membuat saya khawatir, ragu, dan juga takut Yang Mulia," ujar Achsanul.
Untuk informasi, dalam perkara ini Achsanul Qosasi telah dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Tuntutan demikian dilayangkan jaksa lantaran Achsanul dianggap melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan kesatu.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Achsanul Qosasi berupa pidana penjara selama 5 tahun. Menghukum terdakwa Achsanul Qosasi membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tudak dibayar maka diganti dengan pidana kuruangan selama 6 bulan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Selasa (21/5/2024).
Dalam perkara ini, sebelumnya Achsanul Qosasi telah didakwa menerima Rp 40 miliar di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat.
"Terdakwa Achsanul Qosasi selaku Anggota III BPK Republik Indonesia periode 2019 sampai dengan 2024 dengan maksud menguntungkan diri sendiri sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40.000.000.000 secara melawan hukum, atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Kamis (7/3/2024).
Baca juga: VIDEO Kondisikan Audit Tower BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara
Menurut jaksa, uang Rp 40 miliar itu dimaksudkan untuk pengkondisian audit proyek pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo oleh BPK.
Hasilnya, BPK menerbitkan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo yang di dalamnya tidak ditemukan kerugian negara.
Laporan BPK tersebut kemudian digunakan untuk merekomendasikan penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, mengingat tak ditemukan kerugian negara.
"Bahwa Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo bertujuan supaya Penyelidikan di Kejaksaan Agung dihentikan berdasarkan temuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu tahun 2022 yang tidak menemukan adanya kerugian negara."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.