Dikuntit hingga Tebaran Ranjau Paku, Inilah Ancaman yang Dialami Kejagung Saat Bongkar Korupsi Timah
Sebelumnya saat mengusut kasus timah di Bangka Belitung, penyidik Kejagung juga menerima sejumah ancaman, termasuk ranjau paku.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia akhirnya buka suara soal penguntitan terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Ardiansyah oleh Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (29/5/2024), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, mengatakan hal itu bukanlah isu, melainkan fakta.
"Bahwa memang benar ada isu, bukan isu lagi, fakta penguntitan di lapangan," katanya di hadapan wartawan.
Menurut ketut, oknum penguntit itu kemudian diperiksa dan diketahui merupakan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
"Kemudian dilakukan suatu pemeriksaan lebih lanjut dibawa ke kantor Kejaksaan Agung ternyata yang bersangkutan adalah anggota Polri," ujar dia.
Dalam pemberitaan yang viral terkait kasus di atas, diketahui kejadian penguntitan terjadi pada Minggu pekan lalu.
Febrie saat itu berada di rumah makan yang menyajikan kuliner Prancis di bilangan Cipete, Jakarta Selatan.
Ia bersama satu ajudan serta motor patroli dan pengawalan (patwal) Polisi Militer (POM) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Belakangan diketahui bahwa pengawalan Polisi Militer di sekitar Febrie atas bantuan pengamanan dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) karena Febrie sedang menangani kasus korupsi besar, seperti kasus tambang.
Sebelumnya saat mengusut kasus timah di Bangka Belitung, penyidik Kejagung juga menerima sejumah ancaman, termasuk ranjau paku.
Ranjau Paku
Pernah diberitakan sebelumnya, penyidik Kejaksaan Agung mendapatkan rintangan berupa penebaran ranjau paku dan ancaman pembakaran ketika hendak menyita aset yang diindikasikan terkait dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk 2015-2022.
Atas peristiwa itu, seseorang bernama Toni Tamsil ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi saat itu, dalam jumpa pers virtual, Selasa (30/1/2024), mengungkapkan, penyidik Kejagung telah memeriksa saksi dan menggeledah sejumlah lokasi di Provinsi Bangka Belitung.
Dalam proses itu, penyidik juga menyita beberapa aset, termasuk 55 alat berat yang terdiri dari 53 ekskavator dan 2 buldoser.
Ketika hendak menyita alat berat tersebut, ternyata alat itu disembunyikan sedemikian rupa di kawasan hutan dan di sebuah bengkel. Selain itu, terdapat pihak-pihak yang berupaya menghalangi upaya penyidik.
”Tim penyidik mendapatkan perlawanan berupa penebaran ranjau paku dan ancaman pembakaran alat berat dari oknum-oknum yang diduga terafiliasi dengan pihak-pihak terkait,” tutur Kuntadi.
Terkait hal itu, menurut Kuntadi, penyidik kemudian menetapkan Toni Tamsil sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Toni dinilai tidak kooperatif selama penyidikan, menghalangi penyidik dengan menutup dan menggembok pintu obyek yang akan digeledah, serta menyembunyikan beberapa dokumen yang dibutuhkan.
”Yang bersangkutan dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar sebagai saksi, serta diduga kuat menghilangkan barang bukti elektronik,” ujarnya.
Tim penyidik mendapatkan perlawanan berupa penebaran ranjau paku dan ancaman pembakaran alat berat dari oknum-oknum yang diduga terafiliasi dengan pihak-pihak terkait.
Buka suara soal Jenderal berinisial B
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengaku tak ingin tak ingin terlalu banyak memberikan tanggapan terkait dugaan adanya peran seorang purnawirawan Polri dalam kasus korupsi timah.
Hal tersebut disampaikan Febrie Adriansyah dalam jumpa pers kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Diketahui kasus tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.
"Saya lihat banyak di medsos beredar si A, si B, ini terlibat, tetapi ukuran kita tentunya adalah alat bukti yang kita peroleh ini apa?"
"Jadi kami tak ingin berpolemik, yang jelas sudah kami umumkan para tersangka yang kami yakini ini lah pelaku dan menikmati dan sebabkan kerugian negara, akan kita segera sidangkan," kata Febrie di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).
Dikatakan Febrie, tim penyidik telah bekerja secara profesional dan sesuai koridor hukum dalam mengusut perkara tersebut.
Kejagung, lanjut Febri, dalam waktu sepekan bakal membawa kasus itu ke persidangan.
Termasuk mengungkap kebenaran soal dugaan keterlibatan oknum Polri di pengadilan.
"Kalau sudah digelar di pengadilan, teman-teman bisa lihat dari alat bukti, dari saksi yang bicara, apabila ada keterlibatan, ada alat bukti di situ," ujar Febrie.