KPK Temukan 244 Kasus Mafia Tanah Sejak 2018–2021, Minta Kementerian ATR Perbaiki Sistem Pelayanan
Kurun waktu 2020–2022, Dumas KPK menerima 207 aduan terkait pelayanan sertifikat, hak tanggungan, dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 244 kasus terkait mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021.
Temuan itu berdasarkan laporan masyarakat yang masuk ke Layanan Aduan Masyarakat (Dumas) KPK.
Baca juga: Nirina Zubir Siap Jadi Tempat Pengaduan Korban Mafia Tanah
Terkhusus kurun waktu 2020–2022, Dumas KPK menerima 207 aduan terkait pelayanan sertifikat, hak tanggungan, dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Dalam 4 tahun terakhir, Direktorat Monitoring KPK memotret 31.228 kasus di mana 37 persen merupakan sengketa, 2,7% konflik, dan 60% berupa perkara terkait pertanahan. Selain itu juga ditemukan 244 kasus perihal mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Rapat Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Baca juga: Caleg Terpilih Jadi Tersangka Mafia Tanah, PKB Serahkan Proses Hukumnya ke Polisi
Menurut Ghufron, implementasi pelayanan pertanahan saat ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan, yang berpotensi menimbulkan sengketa dan konflik, bahkan dapat memicu munculnya tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara.
“Tanah bukan hanya sekadar unsur ekonomi, namun perlu diurus secara komprehensif sehingga membuat kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas. Sebaliknya, jika permasalahan dibiarkan begitu saja, maka timbul potensi korupsi yang merugikan hajat orang banyak,” ujarnya.
Di hadapan 340 peserta Rakernis, Ghufron menyampaikan empat poin utama terkait tata kelola sistem pelayanan pertanahan yang rawan akan praktik korupsi, di antaranya ketidakpastian syarat, prosedur dan biaya; ketidakmudahan dan sistem yang tak sederhana; tidak efisien dan efektifnya sistem; serta tidak adanya sarana pengaduan.
“Perbaikan sistem tata kelola dapat dimulai dari penguatan internalisasi pondasi lembaga dalam menjauhi perilaku koruptif. Sehingga seluruh Insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki visi dan misi sama dalam memberi pelayanan optimal kepada masyarakat,” ujarnya.
Pada akhir pemaparan, Ghufron juga mengingatkan pada seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai mitra dari Kementerian ATR/BPN dalam menangani kasus pertanahan.
“Dalam penanganan perkara, secara yuridis harus diketahui betul bagaimana unsur delik hukumnya, sehingga tidak ada kekeliruan dalam putusan,” terangnya.
Baca juga: AHY Cerita Belum 2 Hari Jadi Menteri, Ponsel dan Medsosnya Disesaki Pesan Minta Berantas Mafia Tanah
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan mafia tanah merupakan momok bagi masyarakat.
Oleh karena itu, ia berharap jajarannya dapat meningkatkan kapasitas dan menjaga integritas dalam bertugas melayani masyarakat.
“Kapasitas tanpa integritas akan sangat sia-sia, sementara integritas tanpa peningkatan kapasitas tidak membuat kita lebih maju,” katanya.