TB Hasanuddin Ungkap Empat Poin Krusial Revisi UU TNI
Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (P) TB Hasanuddin menjelaskan ada empat poin penting yang bakal dibahas dalam revisi UU TNI yang bakal bergulir di DPR
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
Keberadaan peraturan ini tidak memberikan celah lagi seperti di era orde baru, ketika prajurit TNI aktif dapat di tempatkan di lembaga legislatif dan eksekutif dengan penunjukan.
"Di era orba , sebanyak 100 orang prajurit ABRI aktif ditempatkan oleh pemerintah sebagai anggota Fraksi ABRI di DPR RI. Kemudian posisi menteri, dirjen, gubernur , bupati dan walikota dapat dijabat oleh TNI aktif juga dengan mekanisme penunjukan. Dengan UU yang ada sekarang, praktek dwifungsi sudah tak bisa dilakukan lagi," kata Hasanuddin.
Baca juga: Singgung soal Revisi UU TNI, Al Araf: Harusnya Fokus Bangun Tentara yang Profesional
Ketiga, dalam pasal 47 juga dilengkapi dengan persyaratan tambahan dalam butir 3 dan 4, yang isinya menyebutkan bahwa penempatan prajurit TNI aktif wajib harus berdasarkan permintaan kementerian/lembaga yang membutuhkan dan tunduk pada aturan yang berlaku di Kementerian/lembaga tersebut.
Artinya, lanjut Hasanuddin, aturan penempatan prajurit TNI sangat ketat dan tidak sembarangan.
"Harus ada permintaan dari pimpinan Kementerian/lembaga dahulu kemudian Ketika ditempatkan maka prajurit TNI harus tunduk pada aturan yang berlaku di Kementerian tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut Hasanuddin mengatakan perihal revisi pasal 53 ayat 1 mengenai usia dalam dinas keprajuritan.
Untuk para perwira maksimum semula 58 tahun diubah menjadi 60 tahun, sedangkan untuk bintara dan tamtama maksimum menjadi 58 tahun.
"Menurut saya, hal ini sudah sesuai kebutuhan dan aturan perundang-undangan lain tentang usia aparatur negara dalam pasal 55 UU no 20 tahun 2023 tentang aparatur negara," katanya.
Secara strategis, kata Hasanuddin, batasan usia diatas juga masih kompatibel dengan perkembangan teknologi alut sista yang semakin canggih.
Selain itu, lanjutnya lagi, satuan di TNI juga berbeda beda, ada satuan teritorial, satuan tempur, staf, pendidikan dan lain lain.
"Sehingga penempatannya dapat disesuaikan dengan umur dan kesehatan prajurit yang bersangkutan," ujarnya.
Meski begitu, Hasanuddin menyoroti perihal revisi pasal 53 ayat 2.
Dia menegaskan, untuk jabatan fungsional sampai usia 65 tahun sebaiknya dipertimbangkan ulang.
"Bila tenaga prajurit ini masih di butuhkan sebaiknya dialihfungsikan menjadi apartur sipil negara, contoh apabila tenaganya masih dibutuhkan sebagai tenaga pengajar di lingkungan Perguruan Tinggi , atau peneliti/analis utama di lembaga tertentu sebaiknya alih status saja dan ini sudah ada aturan perundang undangannya," pungkasnya.