Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus PDIP Kritik Kebijakan Tapera, Sebut Tidak Ada Unsur Kepastian Kapan Rakyat Dapat Rumah

Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengkritik kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Tapera.

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Politikus PDIP Kritik Kebijakan Tapera, Sebut Tidak Ada Unsur Kepastian Kapan Rakyat Dapat Rumah
istimewa
Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua Dewan Pembina Perprindo, Darmadi Durianto. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengkritik kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Diketahui, dalam kebijakan tersebut Pemerintah mewajibkan potongan gaji sebesar 3 persen untuk Tapera bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan swasta.

Darmadi menilai, di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih melambat dan sistem upah pekerja yang belum memadai kebijakan tersebut justru hanya akan memberatkan.

"Ditambah dengan posisi rupiah yang masih terdepresiasi dan permintaan pasar yang lesu jelas akan memberatkan para pemberi kerja di satu sisi dan pekerja di sisi lainnya. Selama ini para pemberi kerja juga kan diwajibkan selain membayar upah juga mesti memenuhi kewajiban iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan bagi para pekerjanya. Dari dua kewajiban itu saja para pemberi kerja mesti menunaikan kewajibannya sebesar 18,24 persen sampai 19,74 persen. Kalau ditambah kewajiban Tapera, jelas makin berat," katanya kepada wartawan, Rabu (5/6/2024).

Darmadi juga memandang, ada potensi serius yang bakal dihadapi para pekerja khususnya jika kebijakan tersebut tidak dibatalkan.

"Saya kira belum layak kebijakan itu diterapkan karena berpotensi menciptakan pengangguran baru artinya jika pemberi kerja tak sanggup memenuhi kewajiban Tapera bukan tidak mungkin mereka akan ambil opsi PHK. Gelombang PHK di depan mata," ujar Bendahara Megawati Institute itu.

Tak hanya itu, Darmadi juga menyoroti tata kelola dana Tapera yang selama ini dijalankan.

BERITA REKOMENDASI

Darmadi menganggap sistem pengelolaan dana Tapera sebagaimana hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang tertuang dalam Laporan Bernomor 202/LHP/XVI/l2/2021 yang dikerjakan Auditorat Utama Keuangan Negara III pada 31 Desember 2021 ditengarai banyak menyisakan persoalan.

"Hasil laporan BPK RI tahun 2020-2021 menyatakan bahwa ada 124.960 orang pensiunan peserta Tapera baik yang sudah meninggal dan pensiun sampai triwulan ketiga 2021, belum menerima pengembalian dana Tapera sebesar Rp 567,5 M dengan rincian sebanyak 25.764 orang dari data BKN senilai Rp 91 M," tutur Anggota Komisi VI DPR itu.

Jika berkaca pada temuan BPK RI tersebut, Darmadi mengaku pesimis rakyat bakal memiliki rumah melalui skema Tapera.

"Mustahil rasanya rakyat bisa memiliki rumah dari program Tapera. Program yang sudah dijalankan sebelumnya saja diduga banyak moral hazardnya. Rakyat yang ada makin berat beban hidupnya dengan adanya kebijakan itu. Yang paling penting juga dalam kebijakan itu tidak ada unsur kepastiannya, tidak jelas kapan rakyat bisa dapat rumah," ucapnya.

Ketimbang memaksakan kebijakan tersebut, Darmadi meminta Pemerintah membenahi terlebih dahulu tata kelola Tapera sebelumnya.


"Benahi dulu yang sebelumnya. Jelaskan ke publik secara transparan soal pengelolaan dana Tapera yang dulu," imbuhnya.

Terakhir, Darmadi meminta agar Pemerintah selain meninjau kembali kebijakan tersebut juga mesti melakukan revisi terhadap peraturan itu.

"Harus direvisi aturannya karena tidak sesuai kondisi dan realitas yang ada. Aturan itu juga justru menimbulkan kegaduhan dan penolakan secara luas dari publik," katanya.

Selain itu, Darmadi juga menekankan agar Pemerintah meninjau ulang proyek-proyek pembangunan infrastruktur maupun IKN jika anggarannya tidak memadai.

"Jangan sampai publik menaruh curiga bahwa kebijakan Tapera justru untuk menutupi proyek-proyek itu. Sekali lagi, jangan korbankan rakyat hanya demi memenuhi kepentingan tertentu. Jika kepentingan itu dirasa tidak realistis sebaiknya ditinjau ulang bukan memaksa rakyat untuk memenuhi kepentingan itu. Jangan dibalik logika konstitusinya, dalam konstitusi Pemerintah wajib melindungi dan menyejahterakan warganya bukan membebani dan memberatkan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas