Siap-siap, Pidana Kerja Sosial dan Pengawasan atas KUHP Baru Berlaku Mulai 2026
Hadi mengataka, penggunaan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan memiliki potensi untuk menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung
Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com. Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mulai mematangkan persiapan penerapan pemidanaan bersyarat berupa kerja sosial dan pidana pengawasan di KUHP baru yang akan diberlakukan pada Januari 2026 mendatang.
Langkah tersebut ditandai dengan diluncurkannya Pelaksanaan Piloting Penerapan Pidana Bersyarat KUHP di Jakarta Pusat pada Rabu (5/6/2024) di Jakarta.
Kegiatan piloting (praktik lapangan) tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan penggunaan pidana alternatif berupa Pidana Bersyarat dalam KUHP 1946 sebelum diterapkannya Pidana Pengawasan dan Pidana Kerja Sosial dalam KUHP 2023 yang akan segera berlaku pada tahun 2026.
Menko Polhukam Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengatakan reformasi kebijakan hukum pidana saat ini telah mengarah pada pemidanaan bersifat edukatif dan korektif melalui metode non pemenjaraan dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip keadilan restoratif yang diperkuat dengan lahirnya undang-undang nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP (KUHP Baru).
KUHP baru, kata dia, turut mengatur beberapa pemidanaan yang bersifat edukatif dan korektif di antaranya pidana pengawasan dan kerja sosial.
Baca juga: UU KIA Disahkan: Pemberi Kerja Dilarang Pecat Ibu Cuti Melahirkan dan Wajib Bayar Upah Penuh
Untuk itu, ia menyatakan pemerintah berkomitmen dan berupaya penuh dalam membangun suatu konsep pemidanaan yang bersifat korektif dan rehabilitatif, sesuai dengan nilai keadilan restoratif.
Secara khusus, tim koordinasi penerapan keadilan restoratif yang terdiri dari unsur kementerian dan lembaga aparat penegak hukum, dan peneliti pada Koalisi masyarakat sipil yang dibentuk kemenko polhukam yang dibentuk tahun 2022, telah menelaah dan menemukan formulasi alternatif pemidanaan yakni dengan bentuk pelaksanaan pidana non pemenjaraan yang terdapat dalam pasal 14 a sampai 14 f KUHP.
Hadi mengataka, penggunaan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan memiliki potensi untuk menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung lapas di indonesia yanh telah mengalami over kapasitas.
"Oleh karena itu sistem peradilan pidana dapat memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan mempekuat pemahaman penggunaan pidana bersyarat melalui proyek piloting yang pelaksanaannya akan diluncurkan hari ini," kata Hadi.
"Dalam konteks pelaksanaan piloting, telah disiapkan modul, dalam sesi peluncuran ini," sambung dia.
Baca juga: Pakar Sebut Pidana Penjara Seumur Hidup Ferdy Sambo Bisa Berkurang Jika KUHP Baru Berlaku
Ia mengatakan ke depannya modul tersebut berfungsi sebagai acuan dan referensi bagi para pihak yang terlibat dalam memahami penggunaan pasal 14 a - 14 f KUHP dalam rangka pelaksanaan piloting.
Sehingga, kata dia, ke depannya dapat memberikan proyeksi yang lebih terarah terhadap implementasi kuhp baru di januari 2026 secara efektif dan efisien.
Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo mengatakan situasi membeludaknya penghuni rutan dan lapas di Indonesia tidak terlepas dari upaya Aparat Penegak Hukum (APH) dengan menerbitkan ketentuan yang terkait dengan keadilan restoratif untuk bisa mengatasinya.