Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tangis Anak SYL Pecah di Persidangan: Bantah dapat Stem Cell, Anting hingga Sepatu dari Kementan

Chunda Thita juga membantah soal permintaan uang ke Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kebutuhan pribadi.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Tangis Anak SYL Pecah di Persidangan: Bantah dapat Stem Cell, Anting hingga Sepatu dari Kementan
Instagram @chunda_thita
Politisi Nasdem Indira Chunda Thita Syahrul. /Via Tribun Timur 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tangis Anggota DPR Fraksi Nasdem, Indira Chunda Thita Syahrul pecah saat bersaksi di persidangan kasus ayahnya, eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), Rabu (5/6/2024).

Suara anak sulung SYL itu mulai bergetar saat Majelis Hakim mengkonfirmasi barang bukti yang dimiliki jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Barang bukti itu berupa tabel yang berisi daftar pembelian barang-barang untuk SYL dan keluarganya.

Di antara barang-barang yang dimaksud, terdapat tas wanita.

"Benar saudara membeli tas itu? Tapi saudara tidak tahu siapa yang bayar? Itu maksudnya?" tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Saya tidak ada tas," bantah Thita.

Berita Rekomendasi

Hakim Ketua kemudian menanyakan ulang kepada Thita yang duduk di kursi saksi agar lebih yakin.

Thita pun menjawab dengan nada seolah merajuk.

"Jadi saudara membeli tas bayar sendiri atau dibayarkan orang?" tanya Hakim Pontoh, memastikan.

"Tidak ada tas, Yang Mulia," ujar Thita dengan nada merajuk.

Konfirmasi kemudian berlanjut ke pembelian anting dan sepatu yang mencapai Rp 26 juta.

Thita kembali membantahnya.

Kali ini suaranya mulai bergetar.

"Lho ini tertulis ini tas Ibu Thita coba. Beli anting dan sepatu coba Rp 26 juta," ujar Hakim Pontoh sembari membaca tabel yang ditampilkan melalui layar proyektor di persidangan.

"Saya tidak," kata Thita dengan suara bergetar hingga sempat berhenti sejenak.

"Tidak ada pak jaksa," katanya.

Di persidangan ini pula Majelis Hakim mencoba mengkonfirmsi kepada Thita soal tawaran bantuan dari pejabat Kementan.

Lagi-lagi dia membantah.

Pun saat Hakim mengkonfirmasi soal terapi stem cell yang Thita yang berdasarkan keterangan saksi lain dibayarkan Kementan, Thita juga membantah.

"Kalau saudara merasa dari orang-orang yang namanya saya sebutkan tadi, Bambang Pamuji yang menyatakan saudara ada permintaan untuk pembayaran terapi steem cell anak SYL, Thita sebesar 200 juta," kata Hakim Pontoh.

"Saya tidak pernah stem cell, Yang Mulia. Saya belum perlu stem cell," kata Thita kembali membantah.

Mendengar bantahan bertubi-tubi itu, Hakim kemudian menantang balik agar Thita melaporkan saksi-saksi yang menerangkan soal pemberian fasilitas Kementan kepada Thita.

"Apakah saudara enggak ada niat melapor orang-orang ini? Saudara punya hak untuk melapor kalau saudara merasa nama saudara dicemar. Apakah saudara punya niat untuk melapor orang-orang ini supaya jelas semua?" tanya Hakim Pontoh.

Namun bukannya menjawab, tangis Thita justru pecah di persidangan.

Bahkan dia sampai diberikan tisu oleh tim penasihat hukum ayahnya.

Melihat pemandangan itu, Hakim Ketua menasihati Thita yang juga Anggota DPR itu.

Kata hakim tangisan takkan bisa mengubah fakta-fakta yang telah terbuka di persidangan.

"Ndak perlu saudara menangis. Ndak ada ininya ya. Ini sudah terjadi, terbuka semua untuk umum dan itulah faktanya seperti itu, sehingga penuntut umum menghadirkan saudara karena nama saudara disebut oleh para saksi. Semua. Hampir semua saksi. Dan tercatat seperti ini, yang tadi tabel-tabel diperlihatkan penuntut umum," ujar Hakim Pontoh sembari menunjuk ke arah layar proyektor di ruang sidang.

Bantah Minta Uang ke Kementan

Chunda Thita juga membantah soal permintaan uang ke Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kebutuhan pribadi.

"Kami butuh ketegasan saudara saksi saja supaya menjadi jelas. Saudara saksi yakin bahwa saudara saksi tidak pernah, kecuali yang saudara akui itu, tidak pernah meminta sejumlah uang kepada pihak pihak yang tadi telah menyebutkan nama saudara itu?" tanya penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen kepada Thita yang duduk di kursi saksi.

"Tidak pernah," jawab Thita.

Bahkan untuk membuktikan itu, Thita mengaku siap dikonfrontir dengan saksi-saksi lain yang menerangkan hal tersebut di persidangan sebelumnya.

"Saudara berani kalau mereka dihadirkan untuk konfrontir?" tanya penasihat hukum lagi.

"Siap," kata Thita.

Kasus Thita

Sebagai informasi, keterangan Thita ini diberikan terkait perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Mentan SYL sebagai terdakwa.

Dalam perkara ini, jaksa KPK sebelumnya telah mendakwa SYL menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.

Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.

"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.

Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas